
Salingka Media – Dini hari yang mestinya tenang itu tiba-tiba berubah jadi duka. Sekitar pukul setengah dua pagi, Rabu (23/4), suara dentuman keras membelah kesunyian Jalan Raya Padang–Solok, di kawasan Padang Besi, Lubuk Kilangan, Kota Padang. Bukan suara petasan. Bukan juga ribut orang mabuk. Tapi, sebuah truk tangki sarat muatan Crude Palm Oil (CPO) yang lepas kendali dan menghantam rumah warga.
Truk dengan pelat nomor BA 9836 BO itu, dikemudikan Bisriendra Nardi (44), pria yang tinggal tak jauh dari situ—di Komplek Cendana, Tarantang. Niatnya mungkin cuma ingin mengantarkan muatan dengan selamat sampai tujuan. Tapi takdir berkata lain. Saat melewati jembatan di Padang Besi, truknya mengalami rem blong. Dan ya, semua terjadi begitu cepat.
“Dia kehilangan kendali, terus nabrak pembatas jalan, nyebrang ke arah sebaliknya, langsung nyungsep ke rumah orang,” jelas Kapolsek Lubuk Kilangan, Kompol Sosmedya, dengan nada serius.
Korban? Sayangnya, ada. Dan yang bikin hati makin sesak, dua di antaranya adalah anak-anak kecil. Harpan Masegaf (5) dan adiknya, Kalia Valisa (3), tewas seketika di lokasi. Mereka sedang berada di rumah saat kejadian. Rumah mereka. Tempat yang seharusnya jadi tempat paling aman.
Ibunya, Yuliana (31), dan kakaknya, Muhammad Rafa (10), mengalami luka-luka. Luka ringan, kata petugas. Tapi luka hati mereka, siapa yang bisa ukur?
Sementara sang sopir, Bisriendra, tak luput dari luka. Bahu kanannya patah. Ia kini dirawat di Rumah Sakit Semen Padang.
Dua warga sekitar yang jadi saksi mata, Putra Marola (37) dan Pardi (46), menyatakan bahwa truk memang melaju cukup kencang sebelum akhirnya menabrak.
Pihak kepolisian sudah berada di lokasi sejak kejadian. Penanganan awal dilakukan oleh Polsek Lubuk Kilangan, dan kini kasusnya sudah dilimpahkan ke Unit Laka Lantas Polresta Padang. Masih didalami, penyebab pastinya. Tapi yang jelas, satu keluarga hancur. Dua nyawa melayang. Semua hanya karena satu kendaraan besar kehilangan kendali.
Kabar ini bukan sekadar angka korban. Ini tragedi. Cerita sedih yang nyata, yang semestinya jadi pengingat keras: betapa rapuhnya hidup, betapa pentingnya keselamatan.