Putin Umumkan Gencatan Senjata Tiga Hari Jelang Parade Kemenangan Perang Dunia II

 

Dok. Humas
Foto Presiden Rusia

Salingka Media – Di tengah ketegangan yang belum benar-benar mereda, Presiden Rusia Vladimir Putin secara mengejutkan mengumumkan gencatan senjata selama tiga hari, mulai 8 hingga 10 Mei 2025. Pengumuman ini datang untuk memperingati delapan dekade kemenangan Uni Soviet atas Nazi Jerman dalam Perang Dunia II — momen yang hingga kini tetap dibalut dengan kebanggaan nasional di Rusia.

Lewat keterangan resmi dari Kremlin, disebutkan bahwa selama masa gencatan, semua operasi militer Rusia di Ukraina akan dihentikan sementara. Kremlin pun mengungkapkan harapan agar Ukraina “mengikuti langkah serupa,” meskipun tersirat peringatan keras: jika ada pelanggaran, Rusia tak akan tinggal diam.

Yang menarik, langkah ini seakan disusun bertepatan dengan rencana besar Moskwa menggelar parade militer tahunan, yang tahun ini dikabarkan bakal lebih megah dari biasanya. Bahkan, Presiden China, Xi Jinping, direncanakan hadir di antara tamu-tamu kehormatan.

Baca Juga :  Polandia Bidik Status Keajaiban Ekonomi dan Tentara Terkuat di Tengah Ketegangan Regional

Tapi di sisi lain, respons dari Kyiv terdengar jauh dari antusias. Menteri Luar Negeri Ukraina, Andrii Sybiha, secara terang-terangan meragukan niat baik Rusia. Dalam pernyataannya, Sybiha menilai, “Kalau memang ingin damai, hentikan serangan sekarang, bukan nanti, apalagi hanya demi parade.”

Nada skeptis ini cukup beralasan, mengingat sejarah panjang ketidakpercayaan antara kedua negara sejak invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina pada 2022. Beberapa analis bahkan menilai gencatan senjata ini lebih sebagai strategi pencitraan Moskwa ketimbang upaya tulus menuju perdamaian.

Dari Washington, Presiden Donald Trump turut bersuara. Ia kembali menyerukan pentingnya terciptanya gencatan senjata permanen, alih-alih sekadar jeda tiga hari. Meski begitu, hubungan Trump dengan Putin sendiri kini menjadi sorotan, setelah Trump sempat melontarkan kritik keras atas serangan Rusia terhadap Kyiv pekan lalu.

Baca Juga :  15 Jenazah Korban Kekejaman KKB di Yahukimo Berhasil Dievakuasi, 12 Sudah Diserahkan ke Keluarga

Dalam pernyataan terpisah, Gedung Putih memperingatkan bahwa dukungan AS terhadap jalur diplomatik bisa goyah jika Rusia tak menunjukkan “kemajuan nyata” dalam menghentikan agresi di lapangan.

Dari sisi Kremlin, mereka kembali menegaskan kesiapan untuk bernegosiasi tanpa prasyarat. Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menambahkan bahwa bola kini ada di tangan Ukraina — sinyal bahwa mereka menunggu inisiatif pembicaraan dari Kyiv.

Namun, narasi ini tak sepenuhnya diterima di Ukraina. Pemerintah Kyiv menuding Moskwa sekadar mencari waktu untuk memperkuat cengkeramannya di wilayah-wilayah pendudukan. “Mereka hanya ingin mengulur waktu, sambil terus menguasai tanah kami,” ujar seorang pejabat senior Ukraina yang enggan disebut namanya.

Di tengah ketegangan itu, muncul desakan dari Trump agar Ukraina bersedia “mengorbankan” Crimea, wilayah yang dianeksasi Rusia pada 2014, demi mencapai perdamaian. Tapi Presiden Volodymyr Zelensky menolak keras usulan itu. “Menyerahkan Crimea bukan hanya pengkhianatan, itu melanggar konstitusi kami,” tegasnya dalam sebuah pernyataan resmi.

Tinggalkan Balasan