
Salingka Media – Dari sosok birokrat hingga jadi tokoh penting di panggung politik Sumatera Selatan, nama Alex Noerdin pernah harum. Tapi sekarang, aroma itu tercemar. Lagi-lagi, ia mesti duduk di kursi pemeriksaan, kali ini karena dugaan korupsi proyek revitalisasi Pasar Cinde Palembang. Ya, pasar legendaris yang dulunya jadi denyut ekonomi rakyat kini justru menyeret mantan gubernur ke ranah hukum.
Senin malam (21/4/2025), Alex diperiksa Kejaksaan Tinggi Sumsel selama 12 jam. Tak sebentar. Diam atau bicara, tetap saja sorotan publik kini melekat kuat padanya. Ini bukan pertama kalinya nama besar itu dipanggil. Pada 2021 lalu, ia juga sempat dijerat kasus pengadaan gas bumi melalui PDPDE Sumsel. Tampaknya, kabut hukum belum juga sirna dari sosok satu ini.
Untuk memahami bagaimana tokoh ini bisa sampai di titik ini, mari kita mundur sejenak.
Alex Noerdin lahir di Palembang, 9 September 1950. Kariernya tak langsung melesat di panggung politik. Ia mengawali langkah dari balik meja pemerintahan, sebagai staf Bappeda Sumsel. Waktu terus bergulir, hingga suatu hari ia dipercaya memimpin Dinas Pariwisata Palembang.
Namun baru saat mencalonkan diri sebagai Bupati Musi Banyuasin pada 2002, bintang politiknya benar-benar mulai bersinar. Kemenangan itu jadi tiket masuk ke level politik yang lebih tinggi.
Tak butuh waktu lama, pada 2008, Alex mencoba peruntungan di Pilgub Sumsel. Hasilnya? Menang. Ia pun menjabat dua periode sebagai gubernur, dari 2008 sampai 2018. Era kepemimpinannya dikenal penuh gebrakan, terutama dalam sektor pembangunan infrastruktur.
Ia membangun jalan, mempercantik jembatan, hingga menggelar SEA Games 2011 di Palembang—membuat Sumsel saat itu jadi sorotan nasional. Salah satu kebijakan populernya adalah pembangunan LRT Palembang—transportasi massal pertama di luar Jawa. Visioner? Ya. Tapi juga penuh risiko.
Dalam berbagai kesempatan, Alex kerap menyatakan bahwa dana pembangunan tak bisa hanya mengandalkan APBD. “Kalau nunggu anggaran daerah, sampai kiamat pun nggak cukup. Makanya kita gandeng investor,” begitu kata-katanya dulu yang sempat viral.
Sayangnya, niat baik pun bisa berbelok arah bila tak dikawal ketat. Proyek-proyek besar itu, lambat laun, jadi sorotan. Salah satunya proyek revitalisasi Pasar Cinde. Pasar yang dulunya ramai, dibongkar karena alasan keamanan dan modernisasi. Tapi pembangunan barunya malah mangkrak.
Alex memang sempat menjelaskan—katanya sudah melalui kajian matang. Tapi tetap saja, publik dan aparat hukum bertanya-tanya, ke mana aliran dananya? Kenapa tak selesai-selesai?
Dan itu belum termasuk kasus sebelumnya: pengadaan gas bumi oleh PDPDE yang disebut merugikan negara hingga lebih dari Rp 430 miliar. Kala itu, Kejaksaan Agung menuding Alex menyetujui kerja sama yang ternyata justru melukai kas negara.
Setelah selesai dari kursi gubernur, Alex tak pensiun. Ia melangkah ke DPR RI lewat Partai Golkar, bahkan sempat duduk sebagai Wakil Ketua Komisi VII. Tapi karier itu juga tak berlangsung mulus. Juni 2021, ia diganti lewat rotasi internal.
Kini, yang tersisa dari karier panjangnya adalah irisan antara prestasi dan kontroversi. Antara pembangunan yang pernah dipuji, dan kasus-kasus hukum yang tak kunjung usai.