
Salingka Media – Komisi Pemberantasan Korupsi kembali menggali informasi dalam kasus korupsi lahan JTTS yang menyita perhatian publik. Kali ini, mantan calon Wakil Wali Kota Bandar Lampung, Aryodhia Febriansyah, dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan yang kian mengerucut.
Di balik gemerlap proyek Jalan Tol Trans-Sumatera, ternyata menyimpan cerita yang pilu. Pada Jumat, 2 Mei 2025, KPK memanggil Aryodhia Febriansyah untuk memberikan keterangan dalam perkara korupsi pengadaan lahan tahun anggaran 2018 hingga 2020. Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menuturkan bahwa pemanggilan ini merupakan bagian dari penyempurnaan berkas perkara yang hampir rampung.
Menurut Tessa, pemanggilan Aryodhia tak dilakukan tanpa alasan. Tim penyidik dan jaksa membutuhkan verifikasi keterangan yang krusial, termasuk dokumen-dokumen dan bukti pendukung lain dalam perkara ini. “Kita butuh konfirmasi langsung, baik untuk mencocokkan dengan kesaksian yang sudah ada maupun bukti surat menyurat,” jelasnya di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan.
Selain Aryodhia, dua pensiunan juga turut diperiksa secara bersamaan—yakni Achmad Yahya dan N. Andriansyah Yahya. Ketiganya diminta hadir untuk memperkuat konstruksi hukum dalam kasus korupsi lahan JTTS ini.
Sebelumnya, KPK telah menyita 65 bidang tanah yang terletak di Kecamatan Kalianda, Lampung Selatan. Penyitaan ini merupakan hasil kerja penyidik pada pertengahan April 2025. Tanah-tanah tersebut mayoritas dimiliki oleh petani lokal yang kini nasibnya terombang-ambing akibat ulah para pelaku.
Berdasarkan keterangan resmi, para petani hanya menerima uang muka sebesar 5 sampai 20 persen dari nilai tanah mereka sejak tahun 2019. Tragisnya, mereka tak bisa menjual kembali lahan itu karena surat kepemilikannya berada di tangan notaris yang bekerja sama dengan para tersangka. Selama hampir enam tahun, para petani hanya bisa menanam jagung di tanah yang secara hukum belum jelas statusnya.
“Kondisi ekonomi para petani membuat mereka tidak mampu mengembalikan uang muka tersebut. Sementara di sisi lain, mereka pun tidak bisa mengalihkan hak atas tanah karena dokumennya tidak berada di tangan mereka,” ungkap Tessa.
KPK mengambil langkah penyitaan bukan semata-mata untuk menghukum, tetapi juga sebagai upaya mengembalikan kepastian hukum. Lembaga antirasuah itu berencana mengajukan permohonan ke pengadilan agar 65 bidang tanah beserta surat-suratnya dapat dikembalikan kepada para pemilik sahnya—tanpa kewajiban mengembalikan uang muka yang telah diterima.
Kasus korupsi lahan JTTS ini menjadi cermin suram praktik pengadaan lahan di negeri ini. Dengan terus diperiksanya sejumlah saksi kunci, termasuk Aryodhia Febriansyah, diharapkan titik terang kasus ini segera terungkap. Penegakan hukum yang adil dan berpihak kepada rakyat kecil, seperti para petani, menjadi sorotan utama dalam penyidikan kasus korupsi lahan JTTS yang kini mendekati babak akhir.