
Salingka Media – Monumen Kapal Siti Nurbaya di kawasan wisata Batang Arau, Padang, Sumatera Barat, kini menyisakan duka. Peristiwa naas terjadi pada Minggu malam, 2 November 2025, ketika api tiba-tiba berkobar dan melahap ikon yang selama ini menjadi lambang keindahan pesisir dan budaya maritim Kota Padang tersebut. Dalam waktu singkat, struktur utama kapal yang menjadi spot swafoto favorit wisatawan tersebut hangus, menimbulkan kerugian material yang tidak sedikit serta kerugian emosional bagi masyarakat sekitar.
Kejadian yang mengguncang ini terjadi saat matahari baru saja tenggelam. Kawasan Batang Arau, yang biasanya ramai dan dipenuhi cahaya, seketika diselimuti asap tebal dan kobaran api. Daya tarik utama di tepi sungai, yakni replika perahu nelayan tradisional yang dikenal sebagai Monumen Kapal Siti Nurbaya, menjadi pusat perhatian yang menyedihkan. Berdasarkan estimasi awal dari Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) Kota Padang, kerugian materiil akibat insiden kebakaran ini diperkirakan mencapai angka Rp100 juta. Insiden ini sontak menjadi pengingat penting akan perlunya evaluasi keamanan aset-aset publik, terutama yang berbahan mudah terbakar.
Kepala Bidang Operasi dan Sarana Prasarana Damkar Kota Padang, Rinaldi, menjelaskan bahwa laporan darurat diterima oleh pihaknya sekitar pukul 18.53 WIB. Saksi mata pertama yang melaporkan insiden ini adalah Abdulah Eka Putra (49), seorang anggota TNI yang sedang melintas di area Batang Arau. Ia melihat asap tebal membubung di bagian tengah bangunan monumen tersebut.
“Saat saksi melihat api sudah membesar di bagian dalam kapal, ia tidak buang waktu dan segera menghubungi Dinas Damkar. Setelah laporan masuk, tim langsung bergerak cepat menuju lokasi kejadian,” papar Rinaldi.
Tiga unit armada pemadam kebakaran bersama sekitar 60 personel Damkar dikerahkan untuk mengatasi kobaran api. Dalam rentang waktu kurang dari sepuluh menit, petugas sudah tiba di lokasi dan langsung berupaya keras memadamkan api yang sudah melalap bagian lambung dan dek kapal. Koordinasi dan respons yang cepat ini berhasil membuahkan hasil. Api dapat dikendalikan dan dipadamkan secara menyeluruh pada pukul 19.14 WIB, hanya dalam waktu sekitar 20 menit sejak laporan diterima.
Keberhasilan petugas Damkar tidak hanya terletak pada pemadaman api di badan monumen, tetapi juga pada upaya pencegahan yang kritis. Api berhasil dicegah agar tidak menjalar ke struktur bangunan lain di sekitarnya, termasuk warung-warung kecil milik warga lokal dan perahu-perahu nelayan yang sedang bersandar. “Untungnya, kobaran api tidak sempat menyebar ke area di sekitar lokasi. Jika saja kami terlambat beberapa saat, kerusakan yang ditimbulkan bisa jauh lebih besar,” tambah Rinaldi, menekankan pentingnya kecepatan bertindak dalam situasi darurat.
Meskipun investigasi mendalam mengenai penyebab pasti kebakaran masih berlangsung dan menunggu hasil pemeriksaan lanjutan dari tim teknis, dugaan sementara mengarah pada kemunculan api dari bagian dalam struktur Monumen Kapal Siti Nurbaya. Struktur monumen yang mayoritas terbuat dari kayu dan dilapisi dengan material mudah terbakar diduga menjadi faktor utama yang mempercepat penyebaran api.
Bahkan sebelum kedatangan tim Damkar, beberapa warga setempat sudah mencoba untuk memadamkan api dengan peralatan seadanya. Namun, api yang terlanjur membesar dengan cepat membuat usaha tersebut tidak membuahkan hasil yang signifikan. Pihak berwenang mengingatkan bahwa bahan bangunan yang rentan seperti kayu memerlukan sistem pengamanan dan pemeliharaan yang ekstra ketat untuk mencegah terulangnya insiden serupa.
Bagi warga Padang Selatan dan komunitas nelayan, monumen kapal ini bukan sekadar replika biasa, melainkan sebuah simbol yang merepresentasikan kebanggaan lokal dan ikatan yang kuat dengan laut serta warisan budaya. Kawasan ini merupakan titik kumpul penting, terutama karena letaknya yang strategis berdekatan dengan Jembatan Siti Nurbaya dan Gunung Padang yang sarat akan legenda. Tidak heran, beberapa penduduk lokal terlihat sangat terpukul dan menitikkan air mata ketika menyaksikan monumen kesayangan mereka dilalap si jago merah.
“Monumen ini sudah dianggap sebagai ikon penting bagi lingkungan tempat tinggal kami. Setiap kali ada tamu yang datang, kami selalu mengajaknya berkunjung ke sana,” ujar salah seorang warga dengan nada pilu, mencerminkan betapa berharganya monumen tersebut di mata mereka.





