News  

Janji dan Doktrin Herry saat Perkosa 21 Santriwati

Janji dan Doktrin Herry saat Perkosa 21 Santriwati
Janji dan Doktrin Herry saat Perkosa 21 Santriwati (foto : Istimewa)

Salingkamedia.com – Janji dan Doktrin Herry saat Perkosa 21 Santriwati. Kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh seorang ustadz (guru) pesantren dan rumah tahfiz Quran bernama Herry Wirawan (36 tahun) di Cibiru, Bandung, Jawa Barat, menyedot perhatian dan emosi publik.

Betapa tidak, pria pemilik dan pengasuh Pondok Tahfiz Al-Ikhlas, Yayasan Manarul Huda Antapani dan Pondok Pesantren Madani Cibiru, Kota Bandung, Jawa Barat itu tega memperkosa puluhan santriwatinya, sehingga sebagian korbannya telah melahirkan 9 bayi.

Dalam persidangan disebutkan jumlah korban sebanyak 12 orang. Namun, baru-baru ini, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Garut menyebutkan ada 21 korban.

Herry telah melakukan perbuatan bejat ini sejak 2016, hingga terungkap pada Mei 2021. Semua korban berusia antara 13 dan 17 tahun.

Ustaz cabul itu melakukan perbuatan cabulnya di apartemen, hotel, bahkan di kamarnya di pesantren itu sendiri.

Di pesantren, Herry tidur di lantai bawah, sedangkan santrinya di lantai atas.

Baca Juga :  Yulia Navalnaya Menuntut Pihak Berwenang Rusia Menyerahkan Jenazah Suaminya

Bagaimana Herry bisa menipu para korban agar hamil dan melahirkan?

Herry menggunakan berbagai bujukan dan doktrin untuk meyakinkan para korban. Berikut beberapa bentuk rayuan yang ia gunakan untuk menipu korbannya.

Korban Dijanjikan Menjadi Polwan

Dalam aksinya, Herry selalu memancing korban dengan janji membayar kuliah hingga janji menjadikan korban sebagai polwan. Tak hanya itu, Herry juga selalu membuat janji manis kepada para korbannya, yakni janji untuk menikah dan mengasuh buah hatinya.

“Biarkan dia lahir ke dunia. Dibayar sampai dia kuliah, sampai dia mengerti, kita akan berjuang bersama-sama,” kata Herry dalam surat dakwaan yang dibacakan jaksa di Pengadilan Negeri Bandung pada awal November 2021.

Dalam persidangan, Herry dijerat Pasal 81 ayat (1) dan ayat (3) Juncto Pasal 76D Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Juncto Pasal 65 KUHP.

Baca Juga :  Berdiri Sejak 1983, Pondok Pesantren Nurul Huda Muara Kiawai Peringati Hari jadi ke-38 Tahun

Selain itu, Herry juga dijerat dengan dakwaan subsider, yakni Pasal 81 ayat (2) ayat (3) jo Pasal 76D Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak di Indonesia. jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Hukuman yang menanti Herry sejauh ini adalah 15-20 tahun penjara.

Janji Tanggung Jawab

Selain itu, Herry juga selalu memperhatikan para korban yang khawatir dengan apa yang menimpa mereka.

“Jangan takut. Tidak ada ayah yang akan menghancurkan masa depan anaknya,” kata Herry seperti yang tertulis dalam berkas.

Kepada para korban, Herry selalu mengatakan akan bertanggung jawab dan menyayangi bayi yang lahir dari rahim para korban.

Guru Harus Ditaati

Terhadap korban yang tidak mau menurutinya, Herry selalu mengancam dengan berbagai doktrin agama. Salah satunya hari guru harus selalu dipatuhi.

“Guru itu ‘salwa zahra atsilah’. Kalian harus patuh pada guru,” ujar salah satu bentuk ajaran yang disampaikannya kepada para korban.

Baca Juga :  Modus Minta Pijat, Guru Pesantren di Padang Lawas Diduga Mencabuli 24 Santri

Alih-alih bertanggung jawab, Herry justru memanfaatkan bayi-bayi hasil pemerkosaan sebagai alat penggalangan dana untuk disumbangkan. Kepada masyarakat, ia mengatakan bahwa bayi-bayi itu adalah yatim piatu.

Tak berhenti sampai di situ, para korban juga dijadikan budak oleh Herry. Mereka disuruh bekerja seperti kuli bangunan saat membangun pesantren di Cibiru. Selain itu, ia juga memerintahkan para korban untuk mengerjakan urusan pesantren setiap hari, seringkali hingga pukul 2 dini hari.

Herry juga diduga mencuri uang dari dana Program Indonesia Pintar (PIP) kepada korban. Hal itu terungkap berdasarkan hasil pemeriksaan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) di persidangan. Namun, belum diketahui uang para korban digunakan untuk apa Herry.

Tak hanya uang PIP, dana BOS untuk pesantren yang dikelolanya, yang seharusnya diperuntukkan bagi kebutuhan siswa dan operasional sekolah, juga diduga dimanipulasi oleh Herry.

Tinggalkan Balasan