Salingkamedia.com, Pasaman Barat – Masyarakat adat Muaro Kiawai Pasaman Barat Minta tinjau ulang IUP di lahan ulayat. Segenap ninik mamak dan tokoh masyarakat pemilik hak ulayat di Nagari Muaro Kiawai, Pasaman Barat (Pasbar) mendesak Pemprov Sumbar agar meninjau ulang pemberian izin usaha perkebunan (IUP) di lahan ulayat milik mereka sebagaimana diterbitkan melalui Surat Keputusan Bupati Pasaman Barat Nomor 188.45/308/BUP-PASBAR/2011.
Hal tersebut disampaikan juru bicara sekaligus penerima kuasa pengurusan dari kaum ninik mamak Muaro Kiawai, Fahrizen SP, kepada Padang Ekspres, di Simpang Empat.
Desakan itu muncul sebagai imbas kekecewaan dari adanya dugaan wanprestasi pihak manajemen salah satu perusahaan perkebunan kelapa sawit di Pasbar, terkait realisasi pembangunan kebun plasma milik masyarakat adat Nagari Muaro Kiawai Kecamatan Gunung Tuleh.
“Sudah terlalu banyak kejanggalan yang diperlihatkan oleh pihak manajemen perusahaan tersebut dan seluruh dugaan perbuatan cedera janji yang telah dilakukan secara sengaja itu, telah menimbulkan kerugian moril dan materiil bagi masyarakat adat Muaro Kiawai,” ungkapnya.
Menurutnya, janji pembangunan kebun plasma bagi masyarakat itu bermula dari adanya surat pernyataan pelepasan hak oleh perwakilan Ninik Mamak Muaro Kiawai ke pihak pemda untuk kemudian dicarikan perusahaan penanam modal untuk ditanami Kelapa Sawit pada 1991 dengan total luasan yang dilepaskan sebanyak 3.500 hektare.
Kemudian, lanjutnya, pihak pemda kala itu sepakat menyerahkan lahan tersebut ke pihak investor untuk dikelola melalui pola kemitraan dengan kewajiban membangunkan kebun plasma bagi masyarakat dengan luas 20 persen dari total lahan yang dikelola.
“Setelah berlalu selama 29 tahun masyarakat tidak pernah menikmati hasil alokasi lahan seluas 20 persen tersebut hingga saat ini,” ungkapnya.
Menurutnya, pada 1998 pernah kembali diadakannya musyawarah antara masyarakat dengan pihak perusahaan dan salah satu klausul yang disepakati adalah pihak PT Agrowiratama hanya akan melaksanakan pembangunan kebun plasma masyarakat jika lahannya disediakan oleh pihak masyarakat adat dengan alasan lahan yang diperuntukkan bagi kebun plasma masyarakat sudah tidak ada lagi.
“Luas yang diakui telah diolah oleh PT Agrowiratama hanya tersisa seluas 329 hektare saja dan terindikasi seluas 75 hektare berada dalam hutan kawasan lindung,” ujarnya.
Lebih jauh disampaikannya, pada 2019 pihak PT Agrowiratama kembali mendatangi ninik mamak Muaro Kiawai dan mengutarakan maksud mereka melakukan peremajaan tanaman kelapa sawit yang sudah mereka tanami sejak 29 tahun silam tanpa kejelasan apa-apa.
Menurut pihak perusahaan, peremajaan tersebut kali ini dilaksanakan dengan pola pengajuan Hak Guna Usaha (HGU) yang ternyata sebelumnya dan hingga saat ini tidak pernah dimiliki perusahaan tersebut ketika mengolah lahan milik masyarakat adat setempat.
Kala itu, ulasnya, pihak PT Agrowiratama berjanji mereka akan mengembalikan lahan-lahan tersebut setelah 35 tahun kemudian atau dapat diasumsikan setelah periode HGU yang mereka ajukan telah habis jangka waktunya. Jika tidak, maka lahan tersebut akan diambil alih oleh negara dan masyarakat tidak akan mendapatkan apa-apa.
“Selang beberapa hari kemudian pihak PT Agrowiratama kembali mendatangi ninik mamak terkait dan meminta mereka menandatangani persetujuan pengukuran HGU oleh pihak Badan Pertanahan Nasional, dan perusahaan bersedia memberikan plasma seluas 20 persen dari total areal yang dikelola, memberikan uang kompensasi masing-masing Rp 200 juta serta bersedia memberikan honor setiap bulanannya kepada ninik mamak,” jelas Fahrizen.
Atas pertimbangan dan tawaran yang diberikan pihak perusahaan tersebut, kata dia, para ninik mamakpun menyetujui untuk membubuhkan tandatangan ke dokumen yang disiapkan tersebut. Namun, masyarakat adat Muaro Kiawai kembali merasa diberikan janji-janji saja dan tidak pernah dituangkan ke dalam surat kesepakatan. “Sementara pengusulan HGU sudah mereka lakukan,” imbuhnya.
Memperhatikan kondisi tersebut, pihak masyarakat adat melakukan upaya membatalkan usulan tersebut dengan menyurati pihak pemerintah hingga berujung pada adanya perintah penghentian sementara proses pengajuan izin HGU oleh perusahaan tersebut di lahan ulayat milik masyarakat adat Muaro Kiawai sebagaimana dijelaskan oleh pihak Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Sumatera Barat melalui surat resmi nomor HP.01.03/294-13/II/2021.
“Berbekal surat tersebut kami pun menghadap Bupati Pasaman Barat Hamsuardi, untuk meminta dimediasi pemerintah daerah ke pihak PT Agrowiratama agar permasalahan ini bisa selesai dan masyarakat bisa memperoleh haknya kembali, jika perusahaan tersebut masih memiliki iktikad baik melanjutkan kerja sama dengan prinsip tidak merugikan,” tegasnya.
Menurut Fahrizen, pada mulanya pihak Pemkab Pasbar di bawah kepemimpinan Bupati Hamsuardi sangat menunjukkan sikap sangat Prorakyat dan acap melontarkan kalimat yang menegaskan komitmen bersama jajarannya dalam membela hak mayarakat.
Namun, lanjutnya, seiring waktu sikap tersebut perlahan memudar dan seakan memberi peluang pihak perusahaan kembali melakukan negosiasi hingga adanya Surat Keputusan Bupati Pasaman Barat Nomor 188.45/308/Bup-Pasbar/2011.
“Dalam surat tersebut pada poin keenam secara tegas dinyatakan bahwa Izin Usaha Perkebunan (IUP) batal dengan sendirinya jika tidak ada kegiatan pembangunan secara fisik dan adanya perubahan-perubahan sesuai izin yang diberikan dan koperasi yang dalam hal ini juga tidak pernah ada kejelasannya, tidak dapat menyelesaikan hak atas tanah atau bisa diasumsikan sebagai HGU serta masalah keperdataan lainnya selambat-lambatnya satu tahun sejak keputusan tersebut diterbitkan,” pungkas Fahrizen yang juga pengurus DPP KNPI ini.
Dalam perjalanannya, setelah ditangani Bupati Hamsuardi bersama pihak terkait, pihak masyarakat adat pun kembali ditawarkan menyepakati untuk mengajukan permintaan dengan klausul agar pihak perusahaan bersedia membayarkan uang kompensasi serta hak kebun plasma milik masyarakat bisa dipenuhi jika masih memiliki minat untuk melanjutkan kerja sama.
Dengan mempertimbangkan keinginan masyarakat adat di daerah itu tetap bisa memiliki kebun plasma yang sudah diidam-idamkan selama puluhan tahun terakhir, pihak ninik mamak pun secara prinsip sudah menyetujui klausul yang ditawarkan dengan rincian pihak perusahaan harus membayarkan uang kompensasi sebesar Rp2,6 miliar dan menyerahkan kebun plasma seluas 20 persen dari total areal yang digarap kepada masyarakat adat.
“Hingga saat ini apa-apa yang menjadi keinginan dan persetujuan masyarakat pun tak kunjung direalisasikan dengan beragam dalih dan alasan yang sudah tidak masuk akal,” tegasnya.
Terpisah, pihak Pemkab Pemkab Pasbar melalui Sekretaris Kabupaten Hendra Putra saat dikonfirmasi Padang Ekspres melalui via seluler, Jumat (10/12), mengatakan Bupati Pasbar sudah menyikapi persoalan itu dengan menerbitkan Surat Keputusan Nomor 188.45/599/BUP-PASBAR/2021 tentang Penetapan Penyelesaian Permasalahan antara Ninik Mamak dan Masyarakat Muara Kiawai dengan PT Agrowiratama, tanggal 29 Oktober 2021.
“Dalam surat tersebut ditetapkan pemberian lahan kepada ninik mamak Muaro Kiawai seluas 60 Hektare dan kompensasi keterlambatan pemberian plasma sejak tahun 2013 sebesar Rp2,6 miliar kepada masyarakat adat setempat,” ulasnya.
Dengan keputusan tersebut, katanya, Bupati Pasaman Barat, Hamsuardi, masih akan melakukan rapat terkait masalah ini bersama pihak perusahaan dan masyarakat yang dijadwalkan akan berlangsung pada Kamis (16/12).
Terpisah, pihak PT Agrowiratama melalui Manajer Humas, Susanto Fitriadi mengaku telah mendapatkan salinan petikan keputusan tersebut dan sudah diinformasikan tentang akan adanya pertemuan yang akan dilaksanakan pihak Pemerintah Kabupaten setempat.
“Terkait dengan SK Bupati itu, ya kita tunggu saja apa hasilnya Kamis depan. Karena kita sudah dijadwalkan bakal ada pertemuan dengan pihak pemda dan para ninik mamak Muara Kiawai,” sebut Susanto yang mengaku sedang berada di Padang. (Zaki)