Global  

Krisis Rumah Kosong di Jepang: Mimpi Buruk Menjadi Kenyataan (9 Juta Unit!)

Krisis Rumah Kosong di Jepang: Mimpi Buruk Menjadi Kenyataan (9 Juta Unit!)
Gambar ilustrasi – Krisis Rumah Kosong di Jepang: Mimpi Buruk Menjadi Kenyataan (9 Juta Unit!) – Foto oleh Satoshi Hirayama

Salingka Media – Permasalahan rumah kosong di Jepang kian meruncing. Data terbaru menunjukkan jumlah rumah kosong di negara ini telah mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah, yaitu 9 juta unit. Angka ini melonjak 510.000 unit dari survei sebelumnya yang dilakukan pada tahun 2018.

Kenaikan signifikan ini setara dengan 13,8% dari total hunian di Jepang, yang berarti terdapat satu rumah kosong untuk setiap tujuh rumah yang dihuni. Fenomena ini kian mempertegas dampak dari populasi Jepang yang menua dan angka kelahiran yang rendah.

Menurut Kementerian Dalam Negeri dan Komunikasi Jepang, mayoritas rumah kosong, yaitu 4,43 juta unit, tersedia untuk disewa. Sementara itu, 330.000 unit lainnya dijual, dan 380.000 unit merupakan rumah kedua yang tidak ditempati, seperti rumah liburan.

Sisanya, 3,85 juta unit, memiliki status yang tidak diketahui, dan mengalami peningkatan 370.000 unit dibandingkan survei sebelumnya.

Melonjaknya jumlah rumah kosong ini menghadirkan berbagai tantangan bagi Jepang. Di satu sisi, hal ini dapat menekan harga sewa dan mendorong keterjangkauan hunian. Di sisi lain, keberadaan rumah-rumah kosong ini dapat memicu kerusakan lingkungan dan menimbulkan masalah keamanan.

Pemerintah Jepang telah mengambil beberapa langkah untuk mengatasi masalah ini, seperti memberikan insentif pajak bagi renovasi rumah kosong dan mendorong pengembangan kembali kawasan yang memiliki banyak rumah kosong. Namun, masih banyak yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah ini secara komprehensif.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan banyak rumah kosong di Jepang:

  • Penurunan populasi:
    Angka kelahiran di Jepang yang rendah dan populasi yang menua menyebabkan berkurangnya permintaan terhadap hunian. Banyak anak muda yang memilih untuk tinggal di kota besar dan tidak kembali ke kampung halaman untuk menghuni rumah warisan orang tua mereka.

  • Preferensi rumah baru: Masyarakat Jepang cenderung lebih menyukai tinggal di rumah baru dibandingkan rumah bekas. Hal ini disebabkan oleh standar bangunan yang ketat di Jepang, dimana rumah lama dianggap lebih rentan terhadap gempa bumi.

Baca Juga :  Maroko: Idul Adha Tanpa Kurban, Keputusan Raja di Tengah Krisis Kekeringan

Biaya kepemilikan rumah:
Membeli dan memelihara rumah di Jepang cukup mahal. Selain harga properti yang tinggi, pemilik rumah juga harus membayar pajak kepemilikan dan biaya pemeliharaan yang terus meningkat.

Sulitnya renovasi:
Renovasi rumah tua di Jepang dikenakan peraturan yang ketat dan bisa jadi sangat mahal. Hal ini membuat pemilik rumah enggan merenovasi rumah mereka yang sudah tua dan lebih memilih untuk membiarkannya kosong.

Kebiasaan merantau:
Banyak kaum muda Jepang yang merantau untuk bekerja atau menempuh pendidikan di kota besar. Setelah lama tinggal di kota, mereka mungkin tidak ingin kembali ke kampung halaman sehingga rumah orang tua mereka tetap kosong.

Dampak dari Meningkatnya Jumlah Rumah Kosong:

Tekanan harga sewa: Meningkatnya jumlah rumah kosong dapat menyebabkan persaingan yang lebih ketat di pasar sewa, sehingga berpotensi menekan harga sewa.

Kerusakan lingkungan:
Rumah-rumah kosong yang tidak terawat dapat menjadi tempat berkembang biaknya hama dan hewan liar, serta meningkatkan risiko kebakaran.

Masalah keamanan:
Rumah-rumah kosong yang terbengkalai dapat menjadi tempat persembunyian bagi penjahat dan menimbulkan rasa tidak aman bagi masyarakat sekitar.

Beban ekonomi:
Rumah-rumah kosong tetap harus dikenakan pajak dan biaya pemeliharaan, meskipun tidak dihuni. Hal ini dapat membebani keuangan pemilik rumah dan pemerintah daerah.

Pemerintah Jepang, bersama dengan sektor swasta dan masyarakat, perlu bekerja sama untuk mencari solusi yang efektif dan berkelanjutan untuk mengatasi masalah rumah kosong yang kian mendesak ini.

Tinggalkan Balasan