Siswa SMP Rawat Ayah Lumpuh hingga Terima Penghargaan Nasional: Kisah Menyentuh Zhang Da Mencari Ibunya

Beban Tak Seharusnya Dipikul Anak, Namun Cinta yang Menjadi Kekuatan

Siswa SMP Rawat Ayah Lumpuh hingga Terima Penghargaan Nasional Kisah Menyentuh Zhang Da Mencari Ibunya

Salingka Media – Di tengah keriuhan dunia yang serba instan, kisah-kisah heroik dari kehidupan nyata sering kali terlewatkan. Namun, ada satu nama yang berhasil mencuri perhatian dunia dan mengajarkan arti ketulusan sejati. Namanya Zhang Da, seorang bocah laki-laki dari Tiongkok yang terpaksa memikul beban berat di pundaknya sejak usia belia. Kisah perjuangannya bukan hanya inspiratif, tetapi juga menjadi bukti nyata bahwa cinta dan tanggung jawab bisa tumbuh subur bahkan di tanah paling gersang sekalipun. Kisah Zhang Da ini menjadi viral di seluruh dunia, membuktikan bahwa ketulusan hati tidak mengenal batas.

Pada tahun 2001, ketika usianya baru menginjak 10 tahun, hidup Zhang Da dan ayahnya hancur lebur. Sang ibu, yang seharusnya menjadi pilar keluarga, memilih untuk meninggalkan mereka. Alasan di baliknya sungguh menyakitkan: ia tak sanggup lagi menghadapi kemiskinan yang mencekik dan tak tahan merawat suaminya yang lumpuh total. Sang ibu pergi, meninggalkan seorang anak kecil yang harus mengambil alih peran kepala rumah tangga. Tanpa harta, tanpa kasih sayang seorang ibu, Zhang Da dan ayahnya yang tak berdaya hanya bisa bersandar pada satu sama lain.

Kewajiban mengurus ayah yang lumpuh, mencari nafkah, memasak, mencuci pakaian, hingga memandikan sang ayah menjadi rutinitas harian yang tidak pernah berhenti. Namun, di balik semua kesusahan itu, ada satu tekad yang tak pernah goyah: Zhang Da tak mau putus sekolah. Setiap hari, setelah menyelesaikan tugasnya di rumah, ia berjalan kaki melintasi hutan menuju sekolah. Demi menghemat uang, ia memakan apa pun yang bisa ditemukan di sepanjang jalan—rumput, dedaunan, hingga jamur liar. Pengalaman mengajarkannya cara membedakan mana yang bisa dimakan dan mana yang beracun, sebuah keterampilan bertahan hidup yang dipelajari dengan pahit.

Baca Juga :  Viral! Remaja di Lampung Dipaksa Sujud dan Cium Kaki, Polisi Sebut Ada Unsur Cemburu

Sepulang sekolah, Zhang Da tidak bisa langsung beristirahat. Ia harus bekerja keras sebagai tukang batu, memecah batu-batu besar demi upah yang tak seberapa. Dengan punggung yang masih kecil, ia memanggul keranjang berat, mengumpulkan pecahan batu, dan menukarnya dengan uang. Uang hasil jerih payahnya bukan untuk membeli mainan atau makanan enak, melainkan untuk membeli obat-obatan penting bagi ayahnya dan buku-buku yang ia butuhkan untuk belajar.

Kecerdasan Zhang Da tidak hanya terbatas pada pelajaran di sekolah. Ia menyadari bahwa ayahnya membutuhkan lebih dari sekadar obat minum. Ayahnya memerlukan suntikan rutin. Karena tidak mampu membawa sang ayah ke klinik, ia mengambil inisiatif yang luar biasa. Ia membeli buku tentang cara menyuntik dan mempelajarinya dengan tekun. Setelah merasa yakin, ia membeli jarum suntik dan obatnya, lalu dengan tangan gemetar namun penuh kasih, ia menyuntikkan obat itu pada ayahnya secara rutin. Tindakannya ini menunjukkan kematangan dan tanggung jawab yang jauh melampaui usianya.

Baca Juga :  Duka Papua Nugini: ratusan Tewas Tertimbun Longsor Dahsyat, Ribuan Hilang

Kegigihan dan bakti Zhang Da menarik perhatian pemerintah setempat. Lima tahun berlalu, dan kisah anak berhati mulia dari Nanjing, Provinsi Zhejiang, ini sampai ke telinga para pejabat. Pada Januari 2006, pemerintah Tiongkok mengadakan acara penghargaan nasional untuk tokoh-tokoh inspiratif. Dari sepuluh pemenang, nama Zhang Da, si pemenang termuda, muncul sebagai salah satu penerima penghargaan. Acara ini disiarkan secara langsung di televisi nasional, disaksikan oleh jutaan pasang mata.

Ketika naik ke panggung, pembawa acara bertanya mengapa ia rela berkorban sedemikian rupa di usia yang masih sangat muda. Dengan suara bergetar namun penuh keyakinan, Zhang Da menjawab, “Hidup harus terus berjalan. Tidak boleh menyerah, tidak boleh melakukan kejahatan. Harus menjalani hidup dengan penuh tanggung jawab.” Jawaban sederhana namun mendalam itu disambut tepuk tangan meriah dari seluruh hadirin.

Lalu, momen paling mengharukan pun tiba. Pembawa acara memberinya kesempatan untuk meminta apa pun yang ia inginkan. “Sebut saja! Sekolah di mana, uang berapa yang kamu butuhkan, sampai kamu selesai kuliah,” desaknya, sembari menambahkan bahwa banyak pejabat dan pengusaha yang hadir siap membantunya. Keheningan menyelimuti ruangan. Jutaan orang menahan napas, menunggu apa yang akan diminta oleh anak luar biasa ini.

Baca Juga :  Tiongkok Bangun Terowongan Bawah Laut Terbesar di Dunia dalam 110 Hari

Dengan suara yang bergetar, Zhang Da membuka mulutnya, “Saya mau Mama kembali. Mama kembalilah ke rumah, aku bisa membantu Papa, aku bisa cari makan sendiri. Mama kembalilah!” Permintaan yang tulus itu menyentuh hati semua orang yang menyaksikannya. Air mata menetes di mana-mana, bukan hanya karena haru, tetapi juga karena menyadari betapa dalam cinta seorang anak kepada ibunya, bahkan setelah ia ditinggalkan.

Kisah Zhang Da mengajarkan kita bahwa kekayaan sejati bukanlah materi, melainkan kasih sayang dan kehadiran orang terkasih. Meskipun ia dihadapkan pada tawaran emas, ia memilih satu hal yang tak bisa dibeli dengan uang: kembalinya sang ibu. Kisahnya membuktikan bahwa ketulusan dan bakti seorang anak kepada orang tua adalah harta yang tak ternilai, jauh lebih berharga daripada semua uang dan kemewahan di dunia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *