Salingka Media – Dalam sebuah langkah kontroversial, lembaga pendidikan tinggi di Indonesia baru-baru ini mengumumkan kebijakan baru terkait Biaya UKT (Uang Kuliah Tunggal).
Kebijakan tersebut menyebabkan kegemparan di kalangan mahasiswa, orang tua, dan masyarakat umum karena dianggap membatasi akses pendidikan hanya untuk kalangan yang berduit.
Kebijakan ini, yang bertujuan untuk menyeimbangkan keuangan lembaga pendidikan, mendorong peningkatan biaya UKT hingga dua hingga tiga kali lipat dari tarif sebelumnya.
Dampaknya, banyak mahasiswa dari keluarga dengan kondisi ekonomi menengah ke bawah merasa terpinggirkan dan sulit untuk melanjutkan pendidikan mereka.
Menurut pernyataan resmi dari pihak kampus, peningkatan biaya UKT diperlukan untuk menjaga kualitas pendidikan, memperbarui fasilitas, serta menunjang keberlangsungan institusi pendidikan tersebut.
Namun, banyak pihak yang meragukan alasan tersebut, menganggap kebijakan ini sebagai langkah yang mengutamakan profitabilitas atas akses pendidikan yang merata.
Reaksi terhadap kebijakan ini pun beragam.
Sejumlah mahasiswa dan aktivis mahasiswa telah melakukan protes dan demonstrasi, menyerukan agar kebijakan tersebut dicabut atau diberlakukan secara proporsional sesuai dengan kemampuan ekonomi mahasiswa.
Sementara itu, pihak lain mengkhawatirkan dampak jangka panjangnya terhadap kesetaraan pendidikan di Indonesia.
Kontroversi seputar kebijakan ini juga mencuatkan pembahasan lebih luas tentang sistem pendidikan yang berkeadilan.
Sebagian pihak menekankan perlunya reformasi menyeluruh dalam pendanaan pendidikan agar akses pendidikan yang layak dapat dijamin bagi semua lapisan masyarakat.
Dalam konteks ini, penting bagi pemerintah dan pihak terkait untuk mendengarkan aspirasi mahasiswa dan masyarakat serta mencari solusi yang dapat memenuhi kebutuhan pendidikan sambil menjaga keseimbangan keuangan lembaga pendidikan.
Akses pendidikan yang merata bukan hanya sebuah hak, tetapi juga fondasi bagi kemajuan sosial dan ekonomi bangsa.(*)