
Salingka Media – Operasi senyap Dittipidter Bareskrim Polri berhasil membongkar praktik tambang ilegal batu bara yang sangat meresahkan. Targetnya bukan sembarangan, melainkan kawasan konservasi vital, Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto, yang letaknya hanya sepelemparan batu dari calon Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur. Penemuan ini tak hanya menguak kejahatan lingkungan, tetapi juga menyoroti kerentanan area strategis negara terhadap aktivitas ilegal. Dalam penindakan ini, polisi berhasil menciduk tiga tersangka dan menyita barang bukti yang sangat mencengangkan: total 351 kontainer penuh batu bara, serta berbagai dokumen yang mengungkap jejaring kejahatan mereka.
Awal mula pengungkapan tambang ilegal batu bara ini datang dari laporan masyarakat. Brigjen Nunung Syaifuddin, Dittipidter Mabes Polri, menjelaskan dalam konferensi pers pada Kamis, 17 Juli 2025, bahwa informasi tersebut menyebutkan adanya aktivitas mencurigakan: pemuatan batu bara dalam karung yang kemudian dimasukkan ke kontainer. Kontainer-kontainer ini selanjutnya diangkut dengan kapal dari Pelabuhan Kaltim Kariangau Terminal (KKT) Balikpapan menuju Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Sebuah perjalanan panjang yang seharusnya tidak terjadi.
Merespons laporan kritis ini, tim penyelidik Dittipidter Bareskrim Polri bergerak cepat, melakukan penyelidikan mendalam dan surveilans dari 23 hingga 27 Juni 2025. “Terungkap jelas bahwa asal-usul batu bara ini berasal dari kegiatan penambangan ilegal di Kawasan Hutan Taman Raya Soeharto, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kukar,” tegas Syaifuddin. Area yang seharusnya dijaga ketat sebagai paru-paru lingkungan kini malah jadi sasaran empuk penambang ilegal.
Selama proses penyidikan, tim telah memeriksa 18 saksi kunci untuk menguak seluruh jaringan. Para saksi ini datang dari berbagai lini, mulai dari KSOP Kelas I Balikpapan, staf operasional Pelabuhan PT Kaltim Kariangau Terminal Balikpapan, tiga agen pelayaran, perwakilan perusahaan pemegang IUP OP & IPP, hingga para penambang, perusahaan jasa transportasi, dan bahkan ahli dari Kementerian ESDM. Kesaksian mereka krusial untuk melengkapi puzzle kejahatan ini.
Puncak penyidikan terjadi pada Jumat, 27 November 2025, ketika penyidik melakukan gelar perkara dan menetapkan tiga tersangka berdasarkan laporan polisi. Dua tersangka utama, YH (penjual batu bara) dan CH (pembantu YH), sudah mendekam di Rumah Tahanan Bareskrim Mabes Polri sejak 14 Juli 2025. Sementara itu, MH, yang berperan sebagai pembeli dan penjual batu bara ilegal, akan segera dipanggil untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Barang bukti yang disita sungguh masif. Sebanyak 248 kontainer batu bara sudah diamankan di Depo Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, sedangkan 103 kontainer lainnya masih dalam pemeriksaan dokumen di Pelabuhan KKT Balikpapan. Tidak hanya itu, tujuh unit alat berat yang digunakan dalam operasi ini turut disita, bersama dengan berbagai dokumen penting namun palsu: surat keterangan asal barang, laporan hasil verifikasi, surat pernyataan kualitas barang, Shipping Instruction, hingga dokumen izin pengangkutan penjualan. Ini semua adalah bukti nyata dari kejahatan tambang ilegal batu bara.
Modus operandi para pelaku cukup licik. Syaifuddin menjelaskan, mereka membeli batu bara hasil penambangan ilegal dari Tahura Bukit Soeharto. Setelah dikumpulkan di stockroom, batu bara dikemas dalam karung, lalu dimasukkan ke dalam kontainer. Kontainer-kontainer ini kemudian diangkut ke Terminal Pelabuhan Kaltim Kariangau Terminal (KKT). Parahnya lagi, di pelabuhan, kontainer tersebut dilengkapi dengan dokumen resmi dari perusahaan pemegang izin usaha produksi (IUP). Tujuannya jelas: mengelabui pihak berwenang seolah-olah batu bara tersebut berasal dari penambangan legal atau pemegang IUP resmi.
Atas perbuatannya, YH dan CH dijerat dengan Pasal 161 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara, dengan ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda fantastis Rp 100 miliar. MH, yang diduga membeli dan menjual batu bara tanpa izin, juga akan menghadapi pasal yang sama dengan ancaman hukuman serupa.
Syaifuddin menutup pernyataannya dengan menegaskan komitmen Bareskrim Polri. Proses penyidikan tidak akan berhenti sampai di sini. Mereka akan terus mengembangkan kasus untuk mengungkap semua pihak yang terlibat, baik para penambang, pemberi dokumen IUP OP & RKAB palsu, maupun pihak-pihak lain yang memfasilitasi kejahatan ini. “Kami akan menerapkan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) karena aktivitas penambangan ini sudah berlangsung lama dan menjadi atensi serius publik serta pimpinan,” pungkasnya. Ini menunjukkan keseriusan aparat dalam memberantas praktik kotor yang merugikan negara dan merusak lingkungan ini.