Salingka Media – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta memulai langkah baru dalam pengelolaan sampah dengan menguji coba sistem retribusi sampah berbayar, di mana tarif ditentukan oleh berat dan jenis sampah yang dibuang. Kebijakan ini diharapkan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya tanggung jawab terhadap sampah yang dihasilkan.
Kepala Bidang Pengelolaan Persampahan DLH Yogyakarta, Ahmad Haryoko, menjelaskan bahwa sistem baru ini akan membantu mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya pengelolaan sampah secara mandiri. Menurut Haryoko, sistem pembayaran sesuai berat sampah ini memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa semakin banyak sampah yang dibuang, semakin besar pula biaya yang harus dikeluarkan.
“Jika masyarakat memahami bahwa semakin banyak sampah yang mereka buang, semakin besar biaya yang harus dikeluarkan, ini akan mendorong mereka untuk lebih bijak dalam membuang sampah,” ujar Haryoko pada Kamis (7/11/2024). Dengan demikian, masyarakat diharapkan lebih terdorong untuk mengolah sampah sendiri dan hanya membuang residu yang tidak bisa diolah ke depo sampah.
Selama ini, retribusi sampah di Yogyakarta hanya sebesar Rp 3.000 per bulan tanpa memperhitungkan jumlah sampah yang dibuang, sehingga kurang efektif dalam mendorong pengurangan sampah. “Nominal ini masih terlalu kecil dan tidak memicu masyarakat untuk mengurangi sampahnya. Kami berharap tarif baru ini bisa memberikan dampak yang lebih nyata,” tambah Haryoko.
Pada tahap uji coba, DLH Yogyakarta akan menerapkan tarif berdasarkan berat sampah yang dibuang. Tarif juga akan berbeda antara sampah yang sudah dipilah dengan yang belum. “Pasti ada perbedaan tarif antara sampah yang sudah dipilah dan yang belum. Dengan begitu, masyarakat akan lebih terdorong untuk memilah sampah sejak dari rumah,” jelasnya.
Di sisi lain, Dyan, seorang warga Yogyakarta yang bekerja di sekitar Depo Kotabaru, mengungkapkan kekhawatirannya terkait kondisi depo sampah saat musim hujan. Bau busuk dari sampah yang basah sering kali mengganggu warga, dan risiko kesehatan pun meningkat karena adanya kemungkinan munculnya air lindi serta kemunculan tikus dan berbagai penyakit.
“Setiap kali hujan, bau busuk semakin parah, dan air lindi berpotensi muncul. Tikus dan penyakit pun mengancam kesehatan kami. Selain itu, tumpukan sampah sering kali menutupi separuh jalan sehingga sulit dilalui,” keluh Dyan pada Selasa (5/11/2024).