
Salingka Media – Tahun 2026 tak ada kenaikan pajak kata Sri Mulyani adalah poin utama yang ditekankan oleh Menteri Keuangan dalam rapat kerja bersama Komite IV DPD. Pernyataan ini sekaligus menepis isu yang berkembang bahwa pemerintah akan menaikkan tarif pajak atau mengenakan pungutan baru demi mencapai target pendapatan negara yang ambisius. Meskipun target pendapatan negara dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 ditetapkan naik signifikan, pemerintah memilih pendekatan yang berbeda untuk meningkatkan penerimaan.
Pada rapat daring hari Selasa (2/9), Sri Mulyani menyatakan secara tegas bahwa pemerintah tidak akan menggunakan kebijakan pajak baru untuk mencapai kenaikan target pendapatan negara. “Seringkali ada anggapan kalau pendapatan naik berarti pajak dinaikkan. Padahal tarif pajaknya tetap sama,” ujarnya. Hal ini diperkuat dengan fakta bahwa penerimaan pajak ditargetkan mencapai Rp2.357,7 triliun, tumbuh 13,5% dari tahun sebelumnya, tanpa harus menaikkan tarif yang sudah ada. Kenaikan target ini akan dicapai melalui strategi yang lebih berfokus pada perbaikan sistem dan kepatuhan.
Pemerintah akan lebih memprioritaskan peningkatan kepatuhan wajib pajak dan penyempurnaan tata kelola perpajakan. Sri Mulyani menjelaskan, program utama yang akan dijalankan adalah penyempurnaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax System). Sistem ini dirancang untuk mengintegrasikan data, memperkuat pengawasan, dan memastikan semua transaksi, termasuk transaksi ekonomi digital, diperlakukan setara dengan transaksi konvensional. Pendekatan ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak secara keseluruhan, terutama bagi kelompok yang mampu, tanpa membebani masyarakat kecil.
Selain itu, pemerintah berkomitmen untuk tetap memberikan insentif dan perlindungan kepada kelompok masyarakat yang tidak mampu. Sebagai contoh, pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dengan omzet hingga Rp500 juta tetap dibebaskan dari Pajak Penghasilan (PPh). Sementara itu, UMKM dengan omzet di atas Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar hanya dikenakan PPh final 0,5%, jauh lebih ringan dibanding tarif PPh badan umum yang mencapai 22%. Insentif serupa juga diberikan pada sektor prioritas seperti pendidikan dan kesehatan, serta bagi masyarakat dengan pendapatan di bawah Rp60 juta per tahun yang tetap bebas PPh.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menjelaskan bahwa meskipun pendapatan negara harus dijaga, pihaknya tetap berkomitmen untuk berpihak kepada kelompok masyarakat kecil. “Ini adalah wujud dari gotong royong,” imbuhnya.
Sri Mulyani turut menjelaskan detail postur RAPBN 2026. Menurutnya, anggaran ini dirancang agar tetap sehat dan berkelanjutan, dengan prioritas utama mendukung program-program kunci dari presiden terpilih, Prabowo Subianto. Defisit APBN diproyeksikan sebesar Rp638,8 triliun, atau 2,48% dari PDB. Angka defisit yang terukur ini bertujuan untuk menstimulasi ekonomi agar tetap tumbuh, menciptakan lapangan kerja, dan mengurangi kemiskinan.
Dengan demikian, pernyataan bahwa tahun 2026 tak ada kenaikan pajak kata Sri Mulyani menjadi jaminan bagi masyarakat. Kebijakan ini menunjukkan bahwa pemerintah memilih jalan reformasi administrasi perpajakan yang lebih modern dan adil untuk menggenjot penerimaan negara, daripada hanya sekadar menaikkan tarif yang berpotensi membebani rakyat.