Sejarah Sumo Jepang: Dari Ritual Keagamaan hingga Simbol Budaya Nasional

Sumo: Olahraga Tradisional dengan Warisan Sejarah Ribuan Tahun

Sejarah Sumo Jepang Dari Ritual Keagamaan hingga Simbol Budaya Nasional
Sejarah Sumo Jepang Dari Ritual Keagamaan hingga Simbol Budaya Nasional (Dok. kadn)

Salingka Media – Sumo, olahraga gulat tradisional asal Jepang, memiliki sejarah panjang yang mencerminkan budaya dan kepercayaan negeri tersebut. Diperkirakan telah ada lebih dari 1.500 tahun, sumo bukan hanya sekadar olahraga, tetapi juga simbol kebanggaan dan warisan budaya Jepang. Dalam sumo, dua pegulat yang dikenal sebagai rikishi bertarung di atas arena lingkaran kecil, dohyo, dengan tujuan menjatuhkan atau mendorong lawan keluar dari arena.

Asal Usul Sumo: Dari Ritual Keagamaan hingga Pertarungan Mitos
Akar sumo berasal dari praktik keagamaan Shinto, kepercayaan asli Jepang. Pada awalnya, sumo merupakan bagian dari ritual persembahan kepada dewa-dewa untuk memohon panen melimpah. Mitologi Jepang bahkan mencatat salah satu pertempuran pertama dalam sumo antara dewa Takemikazuchi dan Takeminakata, yang diyakini sebagai penentu penguasaan atas kepulauan Jepang.

Catatan tertulis pertama tentang sumo muncul dalam Kojiki (Catatan Hal-Hal Kuno) pada abad ke-8, yang menyebut sumo sebagai cara menyelesaikan sengketa teritorial. Pada masa itu, sumo lebih mirip pertarungan bebas dengan aturan yang minim dibandingkan dengan versi modernnya.

Baca Juga :  Tentang Inyiak Balang dalam kepercayaan Masyarakat Minang

Transformasi Sumo di Zaman Kekaisaran
Pada zaman Nara (710-794) dan Heian (794-1185), sumo mulai diadopsi oleh kalangan kekaisaran sebagai hiburan di istana. Turnamen pertama diadakan pada masa Kaisar Shomu pada tahun 726, menandai transisi sumo dari ritual keagamaan menjadi tontonan publik. Namun, sumo pada masa itu masih brutal dan penuh risiko cedera, hingga Kaisar Kammu mulai memperkenalkan aturan yang lebih ketat untuk mengurangi kekerasan.

Sumo di Masa Feodal dan Pembentukan Aturan Modern
Selama periode Kamakura (1185-1333) dan Muromachi (1336-1573), sumo menjadi bagian dari pelatihan militer samurai. Olahraga ini digunakan untuk melatih kekuatan dan keterampilan bertempur. Aturan-aturan sumo mulai terbentuk secara lebih jelas di masa ini, termasuk penetapan batas arena dan metode kemenangan.

Pada periode Edo (1603-1868), sumo mulai dikenal luas sebagai hiburan rakyat. Dengan pengawasan ketat dari Tokugawa Shogunate, turnamen-turnamen sumo diadakan secara reguler di Tokyo. Pada abad ke-17, para pegulat sumo menjadi selebriti di masyarakat, sementara pusat-pusat pelatihan atau beya mulai didirikan untuk melatih rikishi.

Baca Juga :  Empat Pejuang Tangguh yang Menginspirasi Kepemimpinan TNI: Teladan Pengorbanan Tanpa Pamrih

Era Modern: Kebangkitan dan Tantangan Sumo
Sumo terus berkembang pesat sepanjang era Meiji (1868-1912) hingga era Showa (1926-1989). Pada tahun 1909, Asosiasi Sumo Jepang didirikan untuk mengatur turnamen secara lebih terstruktur. Dengan mulai disiarkannya sumo melalui radio dan televisi, popularitas olahraga ini semakin meluas.

Tokoh-tokoh legendaris seperti Raiden Tameemon dan Taiho Koki membantu memopulerkan sumo, baik di dalam maupun luar Jepang. Meskipun sumo sangat terkait dengan tradisi Jepang, pegulat dari luar negeri seperti Akebono dari Hawaii dan Hakuho dari Mongolia berhasil mencatat prestasi luar biasa, menunjukkan daya tarik global olahraga ini.

Ritual, Tradisi, dan Kehidupan Pegulat Sumo
Sumo sarat dengan ritual-ritual Shinto kuno yang dipertahankan hingga saat ini. Sebelum bertanding, para rikishi melakukan upacara seperti menabur garam untuk mengusir roh jahat dan membersihkan dohyo. Ini mencerminkan asal-usul sumo sebagai bagian dari upacara keagamaan.

Selain itu, kehidupan seorang pegulat sumo sangat disiplin. Mereka tinggal di beya, di mana mereka menjalani latihan keras dan diet ketat untuk mempersiapkan diri menghadapi pertandingan.

Baca Juga :  Tugu Simpang Tinju, De Facto dan De jure Bagindo Aziz Chan di Kota Padang

Tantangan di Era Modern: Skandal dan Penurunan Minat
Meski sumo tetap menjadi bagian penting dari budaya Jepang, olahraga ini tidak luput dari tantangan. Skandal terkait pengaturan pertandingan, kekerasan dalam pelatihan, serta berkurangnya minat dari generasi muda menjadi isu yang perlu dihadapi. Namun, sumo tetap bertahan sebagai simbol kebanggaan dan tradisi Jepang.

Kesimpulan
Sumo adalah lebih dari sekadar olahraga gulat. Dengan akar yang dalam dalam budaya dan sejarah Jepang, sumo terus memainkan peran penting sebagai simbol tradisi, kebanggaan, dan identitas nasional. Dari ritual keagamaan hingga menjadi olahraga nasional yang dihormati, sumo telah melewati berbagai perubahan, namun esensinya tetap bertahan.

Referensi:
1. Collin, Robert. A History of Sumo: Tradition and Transformation. University of California Press, 1996.
2. Light, Jonathan. Shinto Rituals and the Evolution of Sumo. Princeton University Press, 2004.
3. Asosiasi Sumo Jepang. “Sumo: The Traditional Wrestling Sport of Japan.”

Tinggalkan Balasan