
Salingka Media – Polda Riau kembali menunjukkan komitmennya dalam memberantas kejahatan lingkungan dengan berhasil menangkap empat tersangka perambah hutan lindung di Kabupaten Kampar. Para pelaku diduga kuat terlibat dalam pembukaan lahan ilegal seluas puluhan hektare yang kemudian ditanami kelapa sawit. Perkebunan ilegal ini, yang kini diperkirakan berusia antara enam bulan hingga dua tahun, menjadi bukti nyata kerusakan ekosistem di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Lindung Si Abu, Desa Balung, Kecamatan XIII Koto Kampar.
Pengungkapan kasus perambah hutan ini dipaparkan langsung oleh Polda Riau dalam konferensi pers yang digelar di lokasi kejadian pada Senin (7/6/2025). Pemandangan pilu berupa hamparan hutan yang rusak parah akibat aktivitas ilegal logging terpampang jelas di hadapan awak media. Keempat tersangka, yang mengenakan baju tahanan berwarna oranye, turut dihadirkan dalam acara tersebut, menjadi simbol keseriusan aparat dalam menindak kejahatan lingkungan.
Kepala Kepolisian Daerah Riau, Irjen Herry Heryawan, menjelaskan secara gamblang bahwa para tersangka tidak hanya membuka lahan, namun juga mengelola perkebunan sawit secara ilegal di dalam area hutan lindung. “Ini jelas pelanggaran terhadap undang-undang kehutanan dan perusakan lingkungan hidup,” tegas Irjen Herry pada Senin (9/6/2025), menggarisbawahi dampak serius dari tindakan pidana ini.
Lebih lanjut, Irjen Herry Heryawan menegaskan bahwa Polda Riau tidak akan mentolerir segala bentuk kejahatan yang mengancam kelestarian lingkungan dan keberlanjutan sumber daya alam. Ia mengutarakan semangat “Melindungi tuah, menjaga marwah” sebagai landasan utama dalam upaya pelestarian lingkungan di Bumi Lancang Kuning. Penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan lingkungan, imbuhnya, merupakan bagian integral dari upaya Polri untuk menyelamatkan masa depan ekosistem dan masyarakat.
“Tindak pidana kehutanan bukan sekadar pelanggaran administrasi lahan, melainkan kejahatan yang berdampak sistemik terhadap ekologi, iklim, dan keselamatan generasi mendatang,” jelas Herry Heryawan, menyoroti dimensi jangka panjang dari perusakan hutan. Jenderal bintang dua ini juga kembali menegaskan komitmen institusinya untuk menegakkan hukum secara tegas dan berkeadilan terhadap setiap perusakan lingkungan, khususnya di kawasan hutan yang memiliki fungsi lindung dan konservasi.
Irjen Herry Heryawan menutup pernyataannya dengan menekankan pentingnya kolaborasi dalam memberantas kejahatan lingkungan. “Kejahatan lingkungan adalah kejahatan lintas generasi. Oleh karena itu, Green Policing kami laksanakan secara nyata dengan kerja kolaboratif bersama DLHK, BPKH, akademisi, aktivis lingkungan, hingga rekan media,” pungkasnya, menunjukkan pendekatan holistik yang diterapkan Polda Riau.
Pengungkapan kasus perambah hutan ini bermula dari laporan masyarakat yang diterima pada akhir Mei 2025. Menindaklanjuti informasi krusial tersebut, Tim Subdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Riau segera melakukan penyelidikan mendalam. Hasilnya, tim berhasil menemukan adanya aktivitas perkebunan kelapa sawit yang beroperasi secara ilegal di dalam kawasan hutan negara.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau, Kombes Ade Kuncoro, menjelaskan modus operandi para pelaku yang terstruktur dan sistematis. Mereka berupaya menyamarkan aktivitas ilegal ini dengan memanfaatkan celah administratif di tingkat lokal, bahkan menggunakan dokumen hibah dan surat adat. “Tapi faktanya, seluruh aktivitas dilakukan di kawasan hutan lindung yang statusnya dilindungi oleh undang-undang,” tegas Ade Kuncoro, membongkar siasat para pelaku.
Atas perbuatannya, keempat tersangka dijerat dengan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, juncto Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, serta Pasal 92 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Kombes Ade Kuncoro menambahkan, “Ancaman hukuman mencapai 10 tahun penjara dan denda hingga Rp7,5 miliar,” menandakan sanksi berat yang menanti para pelaku.