Salingka Media – Bagi masyarakat Banyuwangi, terutama kalangan Nahdliyin, nama KH. Abdullah Faqih atau lebih dikenal sebagai Kiai Faqih Cemoro bukanlah sosok yang asing. Lahir pada tahun 1870 dan wafat pada 1953, beliau bukan hanya seorang ulama besar, tetapi juga waliyullah yang turut berjuang melawan penjajah Belanda.
Perjuangan Kiai Faqih di Bumi Blambangan
Kiai Faqih merupakan pemimpin Hizbullah yang aktif dalam perlawanan terhadap penjajah, termasuk dalam Perang Parangharjo di Kecamatan Songgon dan Perang Hizbullah Lemahbang. Jejak beliau dapat ditemui di makamnya di Dusun Cemoro, Desa Balak, Kecamatan Songgon, Banyuwangi. Makam tersebut berada di kompleks pendidikan yang mencakup PAUD hingga Madrasah Ibtidaiah Miftahul Huda, yang dulunya merupakan pesantren yang didirikan oleh Kiai Faqih.
Santri-Santri Ternama Pesantren Cemoro
Pesantren yang didirikan Kiai Faqih berkembang pesat, dengan ribuan santri yang datang tidak hanya dari Banyuwangi, tetapi juga dari Jember, Bondowoso, hingga Banten. Salah satu santri yang dikenal adalah KH. Harun dari Banyuwangi dan KH. Ahmad Kyusairi. Menurut Gus Umar Abdullah, cucu Kiai Faqih, para santri tersebut banyak yang menjadi ulama besar.
Kisah Karomah Kiai Faqih
Kisah kesaktian Kiai Faqih terus dikenang oleh masyarakat. Salah satu kisah yang terkenal adalah tentang tasbih ajaib miliknya yang konon bisa menghancurkan pesawat tempur Belanda. Diceritakan oleh Gus Reza Ahmad Zahhid dari Pondok Pesantren Lirboyo, jika tasbih itu dilemparkan ke baling-baling pesawat, pesawat tersebut akan hancur.
Bahkan, salah satu butir tasbih tersebut dipercaya dimiliki oleh Gus Dur, presiden keempat Indonesia. Selain itu, Kiai Faqih juga memiliki tongkat sakti yang mampu mengendalikan pesawat musuh. Kisah ini begitu melegenda hingga muncul dalam adegan film perjuangan di era Presiden Soeharto.
Peran Penting dalam Jihad Melawan Penjajah
Kiai Faqih bersama dua ulama lainnya, yakni Kiai Mahrus Aly dari Lirboyo dan Kiai Abbas Djamil dari Cirebon, bersepakat untuk menggerakkan santri dalam perjuangan melawan penjajah. Pada 22 Oktober 1945, ketiganya berkumpul di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, untuk merumuskan strategi merebut Surabaya. Dalam rapat tersebut, Kiai Faqih ditunjuk sebagai Panglima Angkatan Udara.
Setiap tahun, pada 8 Syawal, diadakan haul untuk mengenang perjuangan Kiai Faqih di halaman Masjid Cemoro.