Internasional, Salingkamedia – Posisi Indonesia, singapura, malaysia dan brunai saat ini di kelilingi oleh negara-negara nuklir. Sebut saja India, RRC, Pakistan, Dan baru-baru ini australia juga menjalin kerjasama dengan sekutunya AS dan Inggris dalam merancang Kapal selam Nuklir Canggih. Kesepakatan itu di sebut AUKUS.
Tidak Hanya Indonesia, Kesepakatan tiga negara Amerika Serikat, Australia dan Inggris atau AUKUS yang memberikan kapal selam nuklir untuk Australia telah membuat panik satu dunia.
Namun Yang paling Getar-getir Pertama Adalah negara sekitar Australia yaitu Indonesia dan negara Asean Lainnya.
Mengutip Free Malaysia Today, Malaysia rupanya diseru pakar untuk bergabung dengan Indonesia membicarakan kesepakatan AUKUS itu.
Di malaysia Perdana Menteri Ismail Sabri Yaakob mewanti-wanti terkait rencana Australia dalam telepon dengan Perdana Menteri Australia Scott Morrison kemarin.
Yang Paling Merasa ‘Gregetan’ Adalah China Yang seolah mendapat ancaman baru, dengan terbentuknya aliansi yang membuat Australia memiliki kapal selam nuklir.
Tak mau kalah dengan hal itu, ternyata China juga memiliki beberapa negara pendukung. Negara-negara ini bahkan memiliki senjata nuklir mereka sendiri.
Di kutip dari Kompas.com, Henry Storey, seorang analis di Dragoman, sebuah perusahaan konsultan risiko politik yang berbasis di Melbourne, Australia, mengomentari masalah ini melalui sebuah artikel yang diterbitkan di halaman The Interpreter dari Lowy Institute dan diterbitkan oleh Lowy Institute.
China, Iran, Pakistan, dan Rusia memiliki kontradiksi yang sama dengan Barat.
Kemungkinan mereka akan membentuk aliansi untuk menjadi penantang Barat.
Fakta bahwa Iran bergabung dengan Organisasi Kerjasama Shanghai (SCO) atau empat negara yang berencana untuk bekerja sama di Afghanistan dan latihan angkatan laut Rusia, Cina, dan Iran baru-baru ini.
Beijing sudah memiliki hubungan yang kuat dan kuat dengan Islamabad sementara Moskow dan Teheran semakin dekat karena negara-negara ini dikenai sanksi AS.
Keempat negara memiliki kesamaan bahwa tidak setuju dengan AS, hanya pada tingkat yang lebih besar atau lebih kecil.
Namun, menurut Channel New Asia, banyak kontradiksi di antara negara-negara tersebut yang membuat mereka hanya menjaga kerjasama mereka pada tingkat yang hati-hati.
Misalnya, hubungan antara Rusia dan Cina, meskipun hubungan kerja sama tingkat tinggi antara Presiden Cina Xi Jinping dan pemimpin Rusia sangat baik, masalah besar antara kedua belah pihak masih kepercayaan.
Rusia telah berulang kali mengkhawatirkan tujuan China dengan Timur Jauh, Arktik, dan Timur Tengah.
Tidak ada pihak yang menunjukkan dukungan kuat satu sama lain dalam masalah pelik seperti pencaplokan Krimea oleh Rusia/konflik di Ukraina timur atau sebagai titik nyala di Asia.
Kedua belah pihak juga tidak melebih-lebihkan posisi strategis masing-masing karena tujuan komersial.
Misalnya, fakta bahwa perusahaan China bekerja sama dengan Turki untuk mengembangkan proyek kanal Istanbul, yang dapat memperluas kehadiran militer NATO di Laut Hitam.
Tautan lain dalam kelompok empat negara yang disebutkan di atas juga tidak kuat.
Misalnya, hubungan Rusia dan Iran, meski sama-sama menunjukkan dukungan kepada Presiden Suriah Bashar al-Assad, Rusia dan Iran bersaing di Suriah.
Selain itu, untuk menghindari konflik yang tidak perlu dengan AS, saat ini, baik Moskow maupun Beijing tidak menjual senjata ke Iran meskipun larangan penjualan senjata PBB dengan Teheran berakhir pada 2020.
Mengenai hubungan Pakistan-Cina, meskipun keduanya saling memuji “saudara besi”, Islamabad bertekad untuk tidak sepenuhnya bergantung pada Cina.
Hal ini tercermin dalam fakta bahwa Pakistan berusaha membangun hubungan moderat dengan India dan membangun kembali hubungannya dengan AS.
Batas atas ini sekali lagi menimbulkan pertanyaan tentang kesediaan dan kemampuan China untuk membangun aliansi.
Sejak 1980-an, China telah mempertahankan kebijakan tanpa aliansi formal, untuk menjaga fleksibilitas, kemandirian, dan kemandirian.
Para cendekiawan Tiongkok juga menunjukkan bahwa sangat sedikit kandidat yang dapat dijadikan aliansi oleh Beijing, dan mereka juga dengan hati-hati mempertimbangkan pro dan kontra Tiongkok ketika membangun kerja sama mendalam yang mengikat.
Bahkan tanpa aliansi formal, China masih dapat mengakses teknologi militer canggih, memperkuat kerja sama politik, dan membatasi dampak aliansi yang telah dibangun Amerika Serikat di Asia.
Alasan lain adalah, saat ini, Beijing tidak memiliki visi yang jelas tentang urusan internasional.
Lebih jauh lagi, Rusia, Pakistan, dan Iran tidak dapat dengan yakin menyatakan diri mereka cocok untuk masa depan itu.
Namun aspek lain dari visi pembangunan China sendiri sudah jelas.
Misalnya, pernyataan Presiden Xi Jinping tentang tujuan membangun militer China ke tingkat dunia pada awal 2027, menjadi kekuatan utama di dunia pada 2049, satu abad setelah berdirinya Republik China Rakyat China).
Konsep “kebangkitan nasional” yang diperkenalkan oleh Presiden Xi Jinping dipahami sebagai membawa China kembali ke posisi yang tepat di puncak sistem internasional.
Saat ini, ada banyak ketidaksepakatan yang jelas antara visi ini dan tujuan kebijakan luar negeri Teheran dan Moskow.
Misalnya, Rusia, yang menganggap dirinya sebagai kekuatan global dan ingin diperlakukan setara seperti AS dan China.
Sementara itu, di kutip dari intisari.grid.id Belum selesai satu dunia ribut mengenai kapal selam nuklir Australia, Korea Utara kini ikut-ikutan berkomentar.
Korea Utara dikabarkan mengecam pakta keamanan baru antara AS, Inggris dan Australia.
Mereka mengatakan kesepakatan AUKUS bisa “membuat kesal keseimbangan strategis di wilayah Asia-Pasifik.”
Kesepakatan AUKUS dianggap menjadi upaya melawan pengaruh China di Laut China Selatan. Lantas bagaimana dengan Nuklir yang di kembangkan KORUT ?, Saya Cengengesan Menyunting Artikel ini, Karna korut sendiri Adalah Negara Nuklir yang ’ keras kepala ’.
“Ini adalah aksi sangat berbahaya dan tidak diinginkan yang akan merusak keseimbangan strategis di wilayah Asia-Pasifik dan memicu rantai persaingan senjata nuklir,” ujar pejabat Kementerian Luar Negeri Korea Utara dikutip dari BBC.
Padahal ‘gilanya’ minggu lalu, Korea Utara sendiri melaksanakan uji senjata besar sebanyak 2 kali. Korea Utara juga baru-baru ini umumkan telah berhasil menguji rudal jelajah jarak jauh yang bisa menyerang Jepang.
Rudal jelajah yang tidak seperti rudal balistik, dapat membelok selama penerbangan mereka, sehingga bisa menyerang dari sudut yang tidak terkira.
Hal ini menunjukkan sendiri jika Korea Utara berniat melanjutkan persenjataan nuklir yang lebih kuat dan lebih canggih.
Korea Utara memang sudah diketahui melanjutkan memperluas kemampuan nuklir mereka sejak musim semi 2019.
Kim Jong-Un pemimpin Korea Utara sejak kembali dari pertemuan yang gagal dengan Donald Trump Februari 2019 lalu mengutarakan niatnya melanjutkan program nuklir lagi sebagai strategi pertahanan diri.
Kim Jong-Un ngotot melakukannya sekarang sebagai pendorong moral warga Korea Utara. Kantor Berita Pusat Korea (KNCA) resmi Korea Utara menggambarkan rudal itu sebagai “senjata strategis yang sangat penting”.
Dilansir dari express.co.uk pada Rabu (15/9/2021), rudal itu mampu terbang sejauh 1.500 km sebelum mengenai target mereka dan jatuh ke perairan teritorial negara itu selama tes pada hari Sabtu dan Minggu. Hal ini lebih dahsyat lagi ketimbang Kapal selam nuklir yang di rancang AUKUS.
Referensi (kompas.com/intisari grid.id/chanel news asia/boy paskand)