Salingka Media – Hari ini, Rabu (9/2/23), wartawan di Indonesia memperingati Hari Pers Nasional (HPN). Perjuangan pers sudah berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda. Sejarah pers Indonesia tidak dapat dipisahkan dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Karena surat kabar atau majalah merupakan sarana utama diseminasi untuk memantapkan kebangkitan nasional guna mewujudkan cita-cita perjuangan.
Peringatan tersebut merupakan bukti kegigihan pers dalam melawan penjajah. Jika sebelumnya mereka harus berhadapan dengan penjajah, saat ini Pers harus berjuang menciptakan akuntabilitas kepada publik.
Hari Pers Nasional (HPN) ditetapkan dengan Keputusan Presiden No. 5 tahun 1985. Awalnya, Sejak Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) didirikan pada 9 Februari 1946.
Pada 9-10 Februari 1946, wartawan dari seluruh Indonesia berkumpul. Mereka berasal dari berbagai kelompok jurnalis, seperti pemimpin surat kabar, wartawan pejuang, pejuang wartawan, dll.
Melihat kondisi dan situasi saat itu, berkumpulnya para jurnalis ini bukanlah hal yang sepele. Misalnya, wartawan Manai Sophiaan harus mempertaruhkan nyawa menempuh perjalanan beberapa hari dari Makassar ke Surabaya sebelum berangkat ke Solo untuk menghadiri Kongres PWI pertama pada 9 Februari 1946.
Mengutip dpr.go.id, sebagian besar wartawan atau penulis surat kabar tersebut merupakan aktivis gerakan, antara lain Sukarno, Adam Malik, Ki Hadjar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo, WR Supratman, Mohammad Yamin, Iwa Kusumasumantri, dan Rasuna Said.
Sebelum PWI berdiri, berbagai asosiasi wartawan telah berdiri. Salah satunya diprakarsai oleh Tjipto Mangunkusumo selaku redaktur Majalah Panggoegah bersama Ki Hadjar Dewantara untuk membentuk Indische Journalisten Bond, sebuah forum nasional persatuan dan advokasi jurnalistik pada tahun 1924.
Perhimpunan wartawan lain yang dibentuk pada masa perjuangan adalah Persatoean Djoernalis Indonesia (PERDI) yang didirikan di Surakarta pada akhir Desember 1933. Tokoh PERDI saat itu antara lain M. Tabrani, WR Supratman, Mohammad Yamin dan Adam Malik.
Saat itu, para pendiri PERDI berjanji bahwa jurnalis memiliki tugas suci untuk tanah air dan bangsanya. Menyebarkan opini publik adalah tugas suci jurnalis.
Fungsi jurnalis harus dikaitkan dengan kebangsaannya dan bekerja untuk kepentingan nasional dan persatuan nasional. Saat itu, kampanye Persatuan Wartawan Nasional terus berjuang di tengah upaya pengekangan
penjajah. Berbeda dengan pers pada masa perjuangan, pers saat ini menghadapi tantangan serius yang berbeda.
Tantangan paling serius yang dihadapi media saat ini adalah mewujudkan akuntabilitas Pers kepada publik.