
Salingka Media, Padang – Simpang Tinju atau yang bernama asli Simpang Kandih adalah sebuah pertigaan yang menghubungkan Jalan Jhoni Anwar tegak lurus dengan Jalan Gajah Mada di Kota Padang, Sumatera Barat. Disebut Simpang Tinju karena di dalamnya terdapat tugu berbentuk kepalan tangan yang melambangkan perjuangan Bagindo Aziz Chan yang gugur dalam pertempuran melawan Belanda. [1]
Tugu ini diresmikan sebagai Tugu Bagindo Aziz Chan oleh Walikota Padang Syahrul Ujud pada 19 Juli 1983, namun lebih dikenal dengan Tugu Tinju. [2]
Patung besar berbentuk kepalan tangan berdiri kokoh di persimpangan jalan di Desa Kampung Olo, Kecamatan Nanggalo, Padang. Patung berwarna putih ini berbentuk seperti tangan laki-laki, di bawahnya tertulis tempat meninggalnya Bagindo Aziz Chan.
Hal itu dibuktikan Pengamat Sejarah Kota Padang, Marsaleh Adaz, yang dikutip dari tribunews, pada Kamis (12/8/2021).
Menurutnya, lokasi simpang tinju itu dulu bernama simpang Kandih karena dulunya ada batang Kandih (Pohon Kandih) yang tingginya mencapai 15 m. “Kayunya berwarna kekuningan, kayunya agak keras dan awet. Kayunya bisa digunakan untuk menutupi atap rumah,” tutur Marsaleh Adaz.
Kulit kayu kandih ini berwarna kuning dan mengeluarkan sari yang banyak, jika kulitnya dikupas buahnya yang berwarna kuning sedikit asam, buahnya bisa digunakan sebagai bumbu masak sebagai pengganti jeruk.
Namun, ketika patung itu didirikan, namanya berubah menjadi Simpang Tinju. Tinju ini melambangkan semangat Bela Negara Bagindo Aziz Chan
Marsaleh Adaz juga menjelaskan, Bagindo Aziz Chan dibunuh Belanda saat agresi bersenjata tahun 1947 setelah kekalahan Jepang. Saat itu, Bagindo Aziz Chan masih terbilang muda karena usianya saat itu 36 tahun.

Menurut catatan Revi Handayani, S.Pd., M. Hum (STKIP Pesisir Selatan) pada situs kebudayaan kemendikbud, awalnya tugu tersebut dikenal dengan nama Monumen Bagindo Aziz Chan, ia adalah sosok yang berpengaruh pada saat itu. Tugu ini diresmikan pada 19 Juli 1985 oleh Syarul Ujud, Walikota Padang ke-11. Pemilihan bentuk kepalan tangan menggambarkan semangat dan perjuangan Bagindo Aziz Chan dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
Bagindo Aziz Chan adalah Wali Kota Padang kedua, ia memerintah ketika Belanda hendak merebut kembali wilayah bekas jajahannya. Aziz Chan dikenal jujur, teguh, pantang menyerah, dan fleksibel. Dia menggantikan mr. Abu Bakar Djaar diangkat sebagai residen Sumatera Timur. Penugasan ini mengharuskan Mr. Abu Bakar untuk meninggalkan posisi barunya di Tebing Tinggi.
Berbagai perjuangan pengakuan “de facto” dan “de jure” kemerdekaan Republik Indonesia di kota Padang. Tugas-tugas perjuangan yang berat dan sangat sulit serta berbahaya hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang tulus yang memiliki satu tekad untuk mengabdi, berani dan menjalani keberanian ini dengan kebijaksanaan.
Setelah teks Proklamasi Kemerdekaan dibacakan pada tanggal 17 Agustus 1945, berbagai kelompok masyarakat di Kota Padang menunjukkan berbagai sikap, dan berbagai reaksi membuat situasi di Kota Padang semakin memanas. Ketidakpastian informasi menimbulkan pertanyaan baru, memicu perdebatan di dalam bangsa yang tidak percaya pada Deklarasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Hal ini terjadi di tengah upaya Belanda untuk menduduki kembali wilayah bekas jajahannya, termasuk kota Padang. Sesuai instruksi pemerintah pusat, Kota Padang harus dilestarikan. Di bawah ancaman pendudukan kembali oleh Kerajaan Belanda, Aziz Chan menerima pengangkatan sebagai walikota Padang.
Pada tanggal 8 Januari 1947, pemerintah Belanda meminta untuk melakukan negosiasi ulang dengan pemerintah kota Padang. Tawaran itu diterima dan dieksekusi pada 10 Januari 1947.
Dari pihak Republik Indonesia, hadir Walikota Bagindo Aziz Chan, Sutan M. Djosan, Dr. M. Djamil, Orang Kayo Ganto Suaro dan Syamsu Anwar. Adapun di pihak Belanda hadir De Boer, van Straten dan Kapten Warnaar.
Pembicaraan membahas penghentian penembakan, penetapan garis demarkasi, pembentukan Polri dan status tahanan.
Adapun dari segi militer, perundingan dilakukan oleh perwakilan militer masing – masing pihak, yaitu Kolonel Ismael Lengah dan Kolonel Sluyter dari Belanda. Pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan yang kemudian dilanggar oleh pihak Belanda sendiri.
Pada suatu sore di tanggal 19 Juli tahun 1947, sehari sebelum puasa tahun 1366 H, Bagindo Aziz Chan bersama keluarga melakukan perjalanan menuju Padang Panjang. Ketika melewati Purus, mobil yang membawa rombongan Aziz Chan dihentikan oleh Letnan Kolonel van Erps. Aziz Chan selanjutnya dinaikkan ke sebuah jeep milik tentara Belanda, lalu dibawa ke garis demarkasi Belanda di daerah Nanggalo.
Kepadanya dijelaskan bahwa terjadi sebuah insiden di sekitar garis demarkasi sehingga walikota perlu melakukan inspeksi. Tetapi, baru saja Aziz Chan turun dari jeep yang ditumpanginya, sebuah peluru tepat mengenai leher dan seketika itu juga ia tewas di tempat. Akan tetapi, informasi tentang kematian Aziz Chan memiliki informasi berbeda.
Menurut 4 orang dokter yang melakukan pemeriksaan forensik terhadap jenazah Aziz Chan, dijelaskan bahwa ada luka memar di belakang kepala bekas dipukul benda tumpul, selain itu juga ada lubang bekas peluru di belakang telinga. Dengan pengawalan dari tentara, dan iring-iringan dalam jumlah banyak, jenazah Aziz Chan dibawa ke Bukittinggi dan dimakamkan sebagai seorang pahlawan di Taman Bahagia. Sementara itu, tepat di tempat pembunuhan Aziz Chan, dibangun tugu atau monumen berbentuk tinju sebagai penghormatan terhadap sang patriot, agar perjuangannya dilanjutkan, dan semangat juangnya tetap dikenang.
Rujukan :
- https://babarito.com/2020/07/harapan-keluarga-besar-bagindo-aziz-chan-simpang-kandis-jangan-disebut-simpang-extra-joss/
- “Salinan arsip”. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-20. Diakses tanggal 2021-07-20.
- “Yang Terlupakan dari Tugu Simpang Tinju” Diarsipkan 2015-01-08 di Wayback Machine. Haluan, 24-12-2012. Diakses 08-01-2015.
- “Gelar Pahlawan Nasional buat Bagindo Aziz Chan” Diarsipkan 2015-01-08 di Wayback Machine. Suara Merdeka, 09-11-2005. Diakses 08-01-2015.
- “Kisah di Balik Gelar Pahlawan Bagindo Azis Chan: Zulkisman Berharap Penghargaan” Diarsipkan 2015-01-08 di Wayback Machine. Singgalang, 21-07-2014. Diakses 08-01-2015.
- https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbsumbar/sekilas-sejarah-tugu-simpang-tinju-siteba/
- https://padang.tribunnews.com/2021/08/12/peristiwa-sejarah-di-tugu-simpang-tinju-padang-representasi-semangat-bagindo-aziz-chan
- https://www.harianhaluan.com/sumbar/pr-10249840/tugu-tinju-kota-padang-saksi-bisu-gugurnya-bagindo-aziz-chan
- https://id.wikipedia.org/wiki/Simpang_Tinju