Salingka Media – Seorang ulama Arab Saudi dilaporkan terancam hukuman mati. Ia adalah Awad al-Qarni, yang juga profesor hukum pro-reformasi terkemuka di negara itu. Mengutip The Guardian, ia telah ditangkap setahun dan dikenai tuduhan penghasutan serta kejahatan terhadap negara. Ini akibat vokalnya dirinya di Twitter dan WhatsApp.
Dalam dokumen yang dibagikan oleh putranya, Nasser, Qarni disebut telah memuji kelompok Ikhwanul Muslimin. Di Saudi, Dewan Cendikiawan Senior telah menetapkan kelompok itu sebagai teroris.
“Al Qarni mengaku berpartisipasi dalam obrolan WhatsApp, dan dituduh berpartisipasi dalam video yang memuji Ikhwanul Muslimin,” tulis media Inggris tersebut memuat kutipan dokumen yang dilihat, dikutip Senin (16/1/2023).
“Penggunaan dan pembuatan akun Telegram oleh Al Qarni juga termasuk dalam tuduhan.”
Al Qarni digambarkan di media yang dikontrol Saudi sebagai pengkhotbah yang berbahaya. Walau begitu, oposisi Riyadh mengatakan Al Qarni adalah seorang intelektual yang penting dan dihormat. Ia memiliki 2 juta pengikut Twitter. Ia sendiri menghadapi hukuman mati bersama ulama lain, Salman Odah dan Ali al-Omari.
Sebelumnya, Salma al-Shehab, seorang mahasiswa PhD Leeds dan ibu dua anak, menerima hukuman 34 tahun karena memiliki akun Twitter dan mengikuti serta me-retweet para pembangkang dan aktivis. Wanita lain, Noura al-Qahtani, dijatuhi hukuman 45 tahun penjara karena menggunakan Twitter.
Selain itu, pada 2018 lalu, seorang jurnalis bernama Jamal Khashoggi dilaporkan dibunuh oleh kerajaan itu. Khashoggi diketahui merupakan seorang figur yang kerap mengkritik Riyadh.
Kepala advokasi Timur Tengah dan Afrika Utara di Reprieve, Jeed Basyouni, mengatakan kasus Al-Qarni cocok dengan tren terhadap para cendekiawan dan akademisi yang menghadapi hukuman mati karena men-tweet dan mengekspresikan pandangan mereka. Padahal, Al Qarni tidak menyerukan penggulingan rezim.
“Kami berbicara tentang jaksa penuntut umum di bawah bimbingan Mohammed Bin Salman (Putra Mahkota Saudi) menyerukan agar orang dibunuh karena pendapat mereka, untuk tweet, untuk percakapan,” katanya.
Salah satu dakwaannya adalah menggunakan aplikasi media sosial Twitter untuk menyampaikan pendapat, namun pendapatnya dianggap membahayakan ketertiban umum.
Awad bin Mohammed al-Qarni lahir pada tahun 1957 dan dibesarkan di desa Balqarn di Provinsi Asir, barat daya Arab Saudi. Al-Qarni adalah mantan profesor di Universitas Islam Imam Muhammad Ibn Saud.
Pada Maret 2017, al-Qarni didenda $27.000 oleh Pengadilan Kriminal Khusus Riyadh, yang menangani kasus terorisme, dan dilarang menulis, kata situs berita Arab, mengutip situs berita Arab.
Ia dihukum karena menyebarkan konten di Twitter yang dapat membahayakan ketertiban umum dan dapat menimbulkan opini publik.
Namun, pandangan politiknya tentang urusan negara menjadi lebih menonjol dan provokatif. Dia ditangkap pada September 2017 setelah terungkap bahwa dia, bersama Al-Odah, telah menerima setidaknya $20 juta dari pemerintah Qatar.
Juga ditemukan bukti bahwa al-Qarni mendanai Ikhwanul Muslimin dan kelompok jihadis ekstremis di Semenanjung Sinai. Bukti ini tidak diragukan lagi memperkuat hukuman hakim terhadap Awad al-Qarni dan menjatuhkan hukuman mati.
Sampai berita ini diturunkan belum ada keterangan dari pemerintah Saudi soal pemberitaan ini.
Dapatkan update berita salingkamedia.com di akun facebook salingka media @salingkamedia serta twitter salingka media @salingkamedia dan ikuti juga kami di Google News pada link ini Salingka Media Google News