
Salingka Media – Polisi Pukul Demonstran, sebuah aksi yang mencoreng nama baik kepolisian, menjadi sorotan utama dalam unjuk rasa besar di Kabupaten Pati pada Rabu, 13 Agustus 2025. Demonstrasi yang awalnya berjalan damai dengan tuntutan agar Bupati Sudewo lengser, mendadak ricuh. Sebuah rekaman video yang viral di media sosial menunjukkan seorang anggota Polresta Pati memukul seorang warga, memicu gelombang kritik dari publik. Brigadir TGP, nama anggota yang teridentifikasi, kini harus menghadapi konsekuensi atas perbuatannya.
Kejadian ini berawal dari unjuk rasa ribuan massa di alun-alun Pati. Situasi berubah memanas saat terjadi dorong-mendorong antara aparat dan demonstran. Untuk membubarkan massa, polisi menembakkan gas air mata yang mengakibatkan kepanikan. Warga berhamburan, sebagian pingsan, dan beberapa lainnya bahkan terinjak-injak. Insiden inilah yang menjadi pemicu aksi represif oknum polisi tersebut.
Dinas Kesehatan Kabupaten Pati mencatat setidaknya 64 warga mengalami luka-luka, mulai dari iritasi mata, sesak napas, hingga luka terbuka. Tidak hanya warga, tujuh anggota kepolisian juga menjadi korban dalam kericuhan tersebut. Di tengah kekacauan, 22 orang sempat diamankan karena dicurigai sebagai provokator. Namun, mereka akhirnya dilepas kembali setelah menjalani pemeriksaan singkat, lantaran tidak ada bukti kuat yang menunjukkan keterlibatan mereka.
Menanggapi insiden yang viral, Wakapolresta Pati, AKBP Petrus Parningotan Silalahi, secara terbuka menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat pada Sabtu, 16 Agustus 2025. “Sebagai Wakapolresta Pati, saya memohon maaf sebesar-besarnya atas kejadian tersebut. Tindakan ini sangat kami sesalkan dan tidak sejalan dengan prinsip pengamanan yang humanis,” ujar Petrus.
Ia juga memastikan bahwa Brigadir TGP langsung diamankan begitu video pemukulan tersebar. Saat ini, yang bersangkutan telah ditempatkan di tempat khusus (patsus) untuk diproses sesuai aturan disiplin dan kode etik profesi Polri. Langkah cepat ini diharapkan dapat meredam kemarahan publik dan menunjukkan keseriusan institusi dalam menindak anggotanya.
Kasus ini kini menjadi ujian penting bagi institusi kepolisian. Publik menuntut transparansi dan penegakan hukum yang adil agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang. Sebagian pakar hukum pidana menilai bahwa tindakan memukul demonstran tidak hanya melanggar disiplin, tetapi juga dapat masuk ke ranah pidana. Meski demikian, pihak kepolisian masih menegaskan bahwa kasus ini sementara diproses di ranah kode etik.
Harapan akan pengamanan yang lebih humanis semakin menguat di kalangan masyarakat. Banyak pihak menilai insiden ini sebagai refleksi bagi kepolisian dalam menghadapi dinamika unjuk rasa. Seorang aktivis mahasiswa Pati yang enggan disebut namanya berujar, “Masyarakat hanya ingin menyampaikan aspirasi. Tugas polisi seharusnya mengawal, bukan melukai.” Sementara itu, seorang pedagang kaki lima di sekitar alun-alun juga memberikan pandangannya, “Demo kemarin memang sudah memanas. Polisi juga manusia, mungkin ada yang terbawa emosi. Tapi tetap saja, kalau sampai memukul warga, itu tidak bisa dibenarkan.”
Insiden ini menambah daftar panjang gesekan antara aparat keamanan dan masyarakat dalam aksi unjuk rasa. Meskipun Wakapolresta telah meminta maaf, publik masih menanti langkah nyata dan konsistensi Polri dalam menegakkan disiplin serta menjunjung tinggi prinsip pengamanan yang humanis. Semua mata kini tertuju pada Polresta Pati.