
Salingka Media – Pada Kamis, 7 Agustus 2025, tim gabungan yang dipimpin oleh Kepala Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kehutanan Wilayah Sumatera, Hari Novianto, menyegel aktivitas penebangan liar di Kabupaten Solok. Lokasi penyegelan berada di areal Penguasaan Hak Atas Tanah (PHAT) milik Syamsir Dahlan di Jorong Sariek Bayang, Kecamatan Lembah Gumanti. Yang menjadi sorotan utama adalah kehadiran Novermal Yuska, Anggota DPRD dari Kabupaten Pesisir Selatan. Kehadiran Novermal Yuska ini menjadi perhatian publik, terutama karena tidak terlihatnya satupun anggota DPRD Kabupaten Solok, khususnya sembilan legislator dari Dapil 5 yang mencakup Kecamatan Lembah Gumanti, Hiliran Gumanti, dan Pantai Cermin.
Novermal Yuska, politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN) Kabupaten Pesisir Selatan, meminta agar kegiatan di hulu Batang Bayang ini dihentikan secara permanen. Ia juga mendesak dilakukannya rehabilitasi kawasan dan pengembalian status lahan menjadi kawasan hutan suaka alam.
“Kami meminta kegiatan ini dihentikan total, dilakukan pemulihan kawasan, dan diambil langkah-langkah antisipasi untuk mencegah bencana lingkungan,” ujarnya.
Aksi cepat dari Kementerian Kehutanan dan Pemerintah Kabupaten Solok mendapatkan apresiasi dari Novermal. “Meskipun lokasi berada di Kabupaten Solok, dampaknya langsung dirasakan oleh masyarakat di Bayang, Pesisir Selatan. Ini menyangkut keselamatan masyarakat di hilir Sungai Batang Bayang. Alhamdulillah, laporan kami ditindaklanjuti dengan cepat,” katanya.
Kepala Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Sumatera, Hari Novianto, menjelaskan bahwa hasil pemeriksaan awal menunjukkan adanya indikasi kuat pelanggaran terhadap kaidah perlindungan lingkungan. “Dari hasil pemeriksaan sementara, kegiatan penebangan kayu di lahan PHAT milik Syamsir Dahlan menunjukkan pelanggaran serius. Pembukaan jalan dan banyaknya tebangan kayu berpotensi menimbulkan bencana. Karena itu, hari ini kami lakukan penyegelan untuk menghentikan seluruh aktivitas sampai pemeriksaan lanjutan selesai,” jelasnya.
Penyegelan ini dilakukan dengan memasang Plang Peringatan Resmi dari Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Kehutanan di lokasi kegiatan. Hari menambahkan bahwa ini adalah langkah awal penegakan hukum yang akan dilanjutkan dengan pemeriksaan dokumen, pemanggilan saksi, serta proses penyelidikan lebih lanjut.
“Kami mengajak semua pihak, termasuk masyarakat, untuk bersama-sama mendukung proses ini. Aktivitas yang terjadi sudah sangat meresahkan dan membahayakan warga di hilir,” tegasnya.
Penyegelan ini dilakukan setelah Balai Gakkum Kehutanan Sumatera menerima laporan dan perhatian dari Pemerintah Kabupaten Solok mengenai dugaan pembalakan liar. Dalam kegiatan penyegelan tersebut, turut hadir pula Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Solok Herman Hakim, Kapolsek Danau Kembar Iptu Mulyadi, Camat Danau Kembar Mawardi Z, serta perwakilan dari Satpol PP Kabupaten Solok, Dinas Kominfo Kabupaten Solok, Dinas Kehutanan Sumbar, dan sejumlah pejabat terkait.
Sebelum penyegelan, telah diadakan rapat koordinasi antara Kepala Balai Gakkum Wilayah Sumatera dan jajaran Pemerintah Kabupaten Solok. Rapat ini menindaklanjuti instruksi Bupati Solok, Jon Firman Pandu, yang memberikan perhatian serius terhadap laporan dan pemberitaan mengenai penebangan hutan di Sariek Bayang. Rapat yang dipimpin oleh Sekretaris Daerah, Medison, ini dilanjutkan dengan pertemuan bersama Kapolres Solok sebelum tim gabungan menuju lokasi.
Pembalakan hutan atau illegal logging di Kabupaten Solok bukanlah kejadian baru. Jon Firman Pandu, Bupati Solok saat ini, bahkan tercatat sebagai mantan narapidana kasus illegal logging. Setiap kali mencalonkan diri dalam pemilihan, Jon Firman Pandu selalu mengumumkan statusnya ini di media cetak.
Kehadiran anggota DPRD Kabupaten Pesisir Selatan dalam penyegelan di Kabupaten Solok ini menjadi sinyal penting. Ini membuka peluang bagi anggota dewan atau pihak-pihak lain dari luar Kabupaten Solok—seperti dari Kota Solok, Kabupaten Solok Selatan, Sijunjung, Dharmasraya, Sawahlunto, hingga Tanah Datar—untuk melakukan tindakan serupa. Tindakan ini menunjukkan bahwa isu lingkungan melampaui batas wilayah administratif, dan pihak luar dapat mengambil peran aktif untuk melindungi masyarakat yang berada di hilir sungai.