
Salingka Media – Silek Minang merupakan salah satu budaya khas yang diwariskan nenek moyang Minangkabau sejak mereka mendiami tanah Minangkabau pada zaman dahulu.
Kajian sejarah silek memang rumit karena diterima dari mulut ke mulut.
Suatu kali seorang guru diwawancarai bahwa dia sama sekali tidak tahu siapa kakek neneknya.
Bukti tertulis kebanyakan tidak ada, seorang Tuo Silek (Master Silat) asal Pauah, Kota Padang, hanya menyebutkan bahwa sebelumnya silat ini diwarisi dari seorang kusir bendi (Delman) asal Limau Kapeh, Pesisir Selatan, Sumatera Barat.
Seorang guru silek dari Sijunjung, Sumatera Barat mengatakan, pencak silat yang dipelajarinya berasal dari Lintau.
Ada lagi Tuo Silek bernama Angku Budua yang mengatakan bahwa silat ini diperolehnya dari Koto Anau, Kabupaten Solok.
Dahulu, kawasan Koto Anau, Pesisir Selatan, Pauah (Pauh) atau Lintau merupakan kawasan penting di wilayah Minangkabau.
Daerah Solok misalnya merupakan daerah pertahanan Minangkabau terhadap serangan musuh dari darat, sedangkan daerah Pesisir merupakan daerah pertahanan terhadap serangan musuh dari laut.
Tidak banyak guru silek yang bisa menyebutkan secara lengkap ranji atau silsilah gurunya.
Tambo Alam Minangkabau (Buku Sejarah Minangkabau) yang sarat sindiran berupa peribahasa, petitih atau mamang adat, dan menurut Tambo Alam Minangkabau ternyata Silat Minang dikembangkan oleh salah satu penasehat Sultan Sri Maharaja Diraja yang bernama ” Datuk Suri Diraja”, biasa dipanggil dengan nama “Ninik Datuk Suri Diraja” oleh masyarakat Minang sekarang.
Asal usul Silat Minangkabau pertama kali resmi dinyatakan sebagai kerajaan dan terletak di Pariangan yaitu di lereng tenggara Gunung Merapi.
Di Pariangan inilah kepribadian suku Minangkabau dibentuk dan dikembangkan.
Intinya, budaya Minangkabau tumbuh di Pariangan, bukan di Pulau Punjung, bukan pula di daerah sekitar sungai Kampar Kiri dan Kampar Kanan.
Kerajaan Pariangan Minangkabau tidak lagi murni mewarisi silat yang dibawa dari sumber aslinya, tetapi merupakan keterampilan turun-temurun.
Ilmu silat telah mengalami adaptasi mutlak dengan lingkungan alam Minangkabau.
Apalagi sebagian besar pengaruh ajaran Ninik Datuk Suri Diraja yang mengajarkan silat kepada keturunan para pengawal mengakibatkan perpaduan ilmu silat warisan yang mereka terima dari nenek moyang masing-masing dengan ilmu silat ciptaan Ninik Datuk Suri Dirajo.
Ninik Datuk Suri Diraja telah merumuskan dan membakukan pencak silat yang memuat sistem, cara dan lain-lain untuk silat Minang yaitu Langkah Tigo, Langkah Ampek dan Langkah Sembilan.
Beliau tidak hanya mengajarkan ilmu silat dalam bentuk lahiriah saja, namun ilmu bela diri spiritual juga diturunkan kepada murid-muridnya, sehingga kualitas ilmu bela diri memiliki bobot yang diinginkan dan di samping itu setiap pengawal akan menjadi pribadi yang sakti, sakti dan berwibawa.
Dalam Tambo juga disebutkan bahwa Ninik Datuk Suri sang raja juga memiliki kecerdasan batin yang disebut Gayuang, (I.Dt Sangguno Dirajo, 1919:22).
Gayang juga terbagi menjadi dua jenis; Yang pertama adalah Gayuang Kelahiran, yaitu ilmu bela diri yang digunakan untuk menyerang lawan dengan menggunakan empu jari kaki dengan tiga jenis sasaran: jakun dan tenggorokan, perut dan pusar, kemaluan.
Ketiga sasaran empuk itu disebut sasaran “Sajangka Dua Jari”.
Gaya angin kedua; yaitu menyerang lawan dengan menggunakan tenaga mental dengan cara bersalaman, menjentikkan atau menyentuh jari telunjuk.
Sasarannya adalah jeroan yang terdiri dari tali jantung, tali hati, dan tali limpa.
Ilmu gauang yang dimiliki Ninik Datuk Suri Diraja disebut gauang dalam Tambo, merupakan jenis gauang yang kedua yaitu gauang angin.
Keterampilan pencak silat dengan gaya angin tanpa menggunakan peralatan.
Jika penggunaan tenaga mental dengan menggunakan peralatan, maka jenisnya ada bermacam-macam, yaitu:
- Juhuang yang dalam bahasa Jawa disebut Teluh, dengan alat seperti paku dan jarum, pisau kecil dll.
-
Parmayo, benda besi pipih yang mudah terbang.
-
Sewai, sejenis boneka yang ditusuk berkali-kali.
-
Tinggam, seperti Sewai juga, tapi alat tikamnya dibenamkan ke dalam boneka.
Ketrampilan silat dengan tenaga dalam yang telah disebutkan di atas, masih dipertahankan oleh kalangan pesilat, khususnya pesilat yang lebih tua.
Pengetahuan ini disebut dengan istilah “PANARUHAN” atau simpanan.
Karena silat sebagai ilmu bela diri dan seni diciptakan oleh Ninik Datuk Suri Diraja, maka dalam mempelajarinya harus sesuai dengan tata cara adat yang berlaku dalam bidang pencak silat.
Tata cara adat yang berlaku disebutkan dalam peribahasa Minang: “Istilah yang patunkan panaikan manuruik alua jo patuik” diberikan kepada Guru.
PENYEBARAN SILAT MINANGKABAU
Saat itu ada empat pasukan pertahanan dan keamanan ternama di bawah pimpinan Kucieng Siam, Harimau Campo, Kambieng Hutan, dan Anjieng Mualim yang keempatnya adalah murid Ninik Datuk Suri Dirajo.
Ketika Datuk Nan Batigo membentuk Luhak Nan Tigo (1186 M) dan membuka tanah Rantau (awalnya Kerajaan Sungai Pagu berdiri tahun 1245 M, pada saat itu Raja Alam Pagaruyung, adalah Rum Pitualo, cicit dari Putri Jamilah atau cicit Datuk Ketumanggungan), kemudian pemimpin rombongan yang bergerak bersama warga, dipilih menjadi anggota barisan pertahanan dan keamanan kerajaan.
- Luhak Tanah Datar, ketua rombongan adalah anggota regu Kucieng Siam.
-
Luhak Agam, dipimpin oleh Macan Campo.
-
Luhak Limapuluh, Payakumbuh, dipimpin oleh anggota jalur Kambieng Hutan.
-
Tanah Rantau dan Pesisir dipimpin oleh anggota garis Anjieng Mualim.
Adapun fungsi dan tugas yang diemban oleh masing-masing kelompok dijelaskan sebagai berikut;
- Barisan pengawal kerajaan, Anjieng Mualim bertugas sebagai satpam.
-
Deretan Penghancur, Kambieng Hutan berfungsi sebagai perusak atau perekayasa.
-
Deretan Pemburu, harimau Campo berfungsi sebagai jaguar atau pemburu.
-
The Rescue Row, Kucieng Siam berperan sebagai anti huru-hara.
Kini nama perguruan silat Kucieng Siam menjadi lambang daerah Luhak Tanah Datar, lambang Harimau Campo diberikan kepada Luhak Agam, perguruan silat Kambieng hutan Luhak Limapuluh-Payokumbuh mendapatkan lambang tersebut, Aliran Silat Anjieng Mualim : Mengingat Tanah Rantau-Pesisir adalah daerah sekitar lembah sungai dan anak sungai pegunungan Bukit Barisan.
Jadi silat Minang memiliki dua macam silat yang menjadi inti karakter khasnya yaitu Langkah Tigo (Kucieng Siam) dan Langkah Ampek (Anjieng Mualim).
Kemudian langkah tersebut berkembang menjadi Langkah Sembilan.
Langkah Kesembilan selanjutnya tidak lagi disebut sebagai Silat, tetapi telah berubah menjadi nama Pencak (Mancak).
“Tigo Langkah Bela Diri”
Silat Langkah Tigo (langkah ketiga) awalnya milik Kucieng Siam, Harimau Campo, dan Kambieng Hutan, yang secara geografis berasal dari daratan Asia Tenggara.
Namun setelah berada di Minangkabau, ia menyesuaikan diri dengan kepribadian yang diwarnai oleh pandangan hidup yaitu Islam.
Namun dalam pencak silat, pusaka berupa Langkah Tigo atau disebut juga Silek Tuo, mulai disempurnakan dengan memasukkan kajian-kajian paham dari berbagai aliran Islam.
Angka 3 sebagai “esensi” adalah rahasia dan harus dijaga.
Untuk menjamin kerahasiaannya, ilmu silat tidak pernah tercatat.
Berdasarkan pengalaman dan penelitian yang dilakukan, fakta menunjukkan bahwa amanat “kajian yang bersifat rahasia” masih berlaku bagi sesepuh Minangkabau.
Jurus-jurus Tigo dalam silat Minang, di dalamnya terdapat jurus-jurus yang sempurna untuk menghadapi segala kemungkinan yang dilakukan oleh lawan.
Perhitungan angka tiga dilakukan dengan wirid dan amalan, inipun tidak semua orang bisa memahami dan mengamalkannya karena ilmu kebatinan.
Nilai atau pelaksanaannya dilakukan secara terkonsentrasi pada saat melakukan langkah tigo.
“Seni Bela Diri Langkah Ampek”
Pembentukan Silat Langkah Ampek oleh Ninik Datuk Suri Diraja di Pariangan bersamaan dengan Silat Langkah Tigo.
Silat Langkah Ampek yang berasal dari jurus-jurus silat Anjieng Mualim dan pembinaannya diturunkan secara turun-temurun juga diserahkan kepada Harimau Campo yang bisa menjelma jika salah bawa.
Karena sang pencipta telah menyeragamkan bentuk dan cara serta isiannya.
Kemudian silat Ampek Step dimulai dengan Tagak Alif. Perbedaannya terletak pada perhitungan angkanya, yaitu 4, sebagai angka khusus (ingat mistikus Pythagoras).
Meski mistis dan sulit dipahami bagi orang awam, bagi Pesilat hal itu sangat benar adanya.
“Silat Langkah Sembilan”
Hitungan langkah terakhir Silat Minang adalah sembilan.
Dari mana angka sembilan itu berasal, dalam kajian silat dinyatakan sebagai berikut: Langkah 3 + Langkah 4 = Langkah 7.
Itu baru perhitungan batang atau tonggaknya saja.
Penambahan 2 langkah yaitu : Tagak Alif gantung dengan penekanan “Illa Hu” ini artinya satu langkah, Mim Tasydid dalam tauhid Allah dan Muhammad, gerakan batin yang menentukan, artinya satu langkah.
Menurut pemahaman Al Hulul bahwa ketika Realitas mengungkapkan dirinya atau memancarkan cahayanya dalam realitas penuhnya, itulah keindahan.
Silat adalah seniman dan seniman adalah orang yang tajam dan dari sudut pandangnya dapat melihat keindahan ilahi dalam dirinya (Gazalba, IV/1973:527).
Silat sembilan langkah biasanya dilakukan sebagai “Pencak” (Mancak), artinya: Menari.
Dalam kata majemuk “Pencak Silat” berarti “Tarian Silat”.
Langkah Kesembilan menunjukkan perkembangan gerak ritmis, tanpa meninggalkan unsur-unsur gerak silat.
Dikutip dari : https://www.saribundo.biz/kajian-sejarah-inilah-falsafah-silek-minangkabau.html
Penulis : Fachrurrazy Kasubag Dokumentasi dan Multimedia Bagian Humas Setda Kab. Lima Puluh kota.