
Salingka Media – Ketegangan menjelang pemilihan umum di Jepang meningkat setelah seorang pria nekat melancarkan serangan terhadap kantor pusat Partai Demokrat Liberal (LDP), partai yang saat ini berkuasa. Insiden yang terjadi pada Sabtu (19/10) pagi ini mengundang perhatian nasional, hanya seminggu sebelum pemilu digelar.
Menurut laporan media setempat, pelaku, seorang pria berusia 40-an, melemparkan beberapa benda yang diduga bom molotov ke arah kantor partai tersebut. Serangan ini terjadi sekitar pukul 06.00 waktu setempat dan sempat mengenai kendaraan polisi antihuru-hara yang berjaga di sekitar lokasi. Beruntung, api yang muncul berhasil dipadamkan dengan cepat dan tidak ada korban luka dalam kejadian ini.
Tidak hanya berhenti di situ, pelaku juga mencoba menerobos halaman kantor Perdana Menteri dengan kendaraannya. Namun, upayanya gagal setelah terhalang oleh pagar keamanan. Dalam upaya lain, pelaku juga mencoba melemparkan benda yang diduga sebagai bom asap, tetapi aksinya segera dihentikan oleh polisi yang berada di tempat kejadian. Pria itu akhirnya ditangkap dengan tuduhan mengganggu ketertiban umum.
Sekretaris Jenderal LDP, Hiroshi Moriyama, mengecam keras aksi kekerasan tersebut. “Meskipun motif pelaku belum diketahui, tindakan kekerasan seperti ini tidak bisa ditoleransi, terutama ketika kebebasan berpendapat menjadi pilar demokrasi,” ujarnya dengan nada marah.
Penelusuran lebih lanjut terhadap mobil pelaku menemukan beberapa tangki plastik di dalam kendaraannya. Menurut laporan dari Asahi Shimbun, benda-benda tersebut diduga terkait dengan upaya pelaku dalam melancarkan serangannya.
Peristiwa ini terjadi di tengah suasana panas jelang pemilihan umum yang akan dilaksanakan pada 27 Oktober mendatang. Pemilu ini menjadi ujian bagi Perdana Menteri baru, Shigeru Ishiba, yang baru saja menduduki jabatannya setelah memenangkan pemilihan ketua LDP. Kasus kekerasan ini juga mengingatkan publik pada serangan terhadap mantan Perdana Menteri Shinzo Abe, yang terbunuh pada 2022, serta upaya pengeboman terhadap pendahulu Ishiba, Fumio Kishida, pada 2023.
Meskipun Jepang dikenal sebagai negara dengan tingkat kejahatan kekerasan yang rendah, serangkaian insiden ini menunjukkan adanya potensi ancaman terhadap stabilitas politik di tengah perdebatan tentang keamanan dan kontrol senjata di negara tersebut.