
Salingka Media – Sengketa tanah hak ulayat yang melibatkan masyarakat adat Nagari Manggopoh dan Nagari Tiku V Jorong, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, telah berlangsung selama bertahun-tahun. Tanah yang kini dikelola sebagai perkebunan sawit oleh PT. Mutiara Agam menjadi sumber perdebatan sejak terpecahnya wilayah administrasi Nagari Tiku. Berikut kronologi konflik yang hingga saat ini masih terus memanas.
Awal Sengketa: Pemecahan Wilayah Administrasi
Permasalahan ini bermula dari klaim kepemilikan hak ulayat setelah Nagari Tiku dipecah menjadi beberapa nagari. Lokasi tanah ulayat yang menjadi obyek sengketa saat ini telah dijadikan lahan perkebunan kelapa sawit oleh PT. Mutiara Agam, yang semakin memperumit situasi antara kedua pihak adat.
Gugatan Hukum Pertama di Tahun 2008
Konflik tanah ulayat ini kembali mencuat pada 2008 ketika ninik mamak (pemangku adat) Nagari Manggopoh mengajukan gugatan perdata terhadap PT. Mutiara Agam. Mereka menuntut ganti rugi atas pemanfaatan tanah ulayat tersebut. Gugatan ini berakhir dengan kemenangan pihak Manggopoh berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Lubuk Basung, yang kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Padang dan Mahkamah Agung melalui serangkaian putusan.
Ketegangan pada Proses Eksekusi
Pada tahun 2012, proses eksekusi atas putusan tersebut dimulai, namun menghadapi kendala besar. Masyarakat Nagari Tiku V Jorong menentang eksekusi dengan alasan bahwa tanah yang menjadi obyek sengketa terletak di wilayah mereka, bukan di Manggopoh. Ketegangan memuncak dengan insiden pembakaran kendaraan dan situasi keamanan yang tidak kondusif, memaksa eksekusi dihentikan sementara waktu.
Perdamaian yang Tak Sepenuhnya Membuahkan Hasil
Pada tahun 2018, pihak Ninik Mamak Nagari Manggopoh dan PT. Mutiara Agam mencapai kesepakatan damai, yang kemudian diikuti dengan pelaksanaan eksekusi secara sukarela. Namun, perdamaian ini ternyata tidak disetujui oleh semua pihak. Pada 2022, salah satu ninik mamak Manggopoh mengajukan gugatan karena merasa tidak dilibatkan dalam proses perdamaian dan eksekusi tersebut. Gugatan ini dimenangkan di tingkat kasasi pada 2023, menambah babak baru dalam sengketa tanah ini.
Putusan Kasasi dan Upaya Hukum Lanjutan
Putusan Kasasi Nomor 2611 K/Pdt/2023 yang memenangkan pihak penggugat menyebabkan permohonan eksekusi baru diajukan. Meski proses eksekusi mulai berjalan, pihak Nagari Tiku V Jorong kembali menghalangi pemeriksaan lokasi yang hendak dieksekusi, membuat eksekusi gagal dilanjutkan.
Masalah Kepemilikan HGU
Obyek tanah yang akan dieksekusi merupakan bagian dari Hak Guna Usaha (HGU) Nomor 4 Tahun 1992 atas nama PT. Mutiara Agam. Menurut Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Agam, HGU tersebut telah diperpanjang dan terpecah menjadi 10 HGU baru. Namun, BPN tidak dapat memetakan secara pasti batas-batas obyek yang akan dieksekusi karena perubahan ini, memperburuk situasi di lapangan.
Penghentian Proses Eksekusi
Akibat ketidakjelasan batas-batas tanah yang menjadi obyek sengketa, Pengadilan Negeri Lubuk Basung memutuskan untuk menghentikan proses eksekusi. Mereka mengeluarkan penetapan untuk menangguhkan eksekusi sampai ada kejelasan lebih lanjut terkait lokasi dan status tanah tersebut.
Konflik tanah ulayat antara masyarakat adat Nagari Manggopoh dan Tiku V Jorong menunjukkan betapa kompleksnya permasalahan pertanahan yang melibatkan hak ulayat dan kepentingan perusahaan. Meskipun sudah ada beberapa keputusan pengadilan, konflik ini masih jauh dari selesai, dan potensi ketegangan di lapangan masih sangat tinggi. Dengan banyaknya pihak yang terlibat dan hak-hak adat yang saling berbenturan, upaya damai yang melibatkan semua pihak perlu terus diupayakan agar sengketa ini dapat terselesaikan secara menyeluruh dan adil.