
Salingka Media – Sejak didirikan, Komando Pasukan Khusus (Kopassus) telah menjadi nama yang identik dengan keberanian dan kemampuan tempur luar biasa. Sebagai salah satu pasukan elite Angkatan Darat, sejarah Kopassus tak terpisahkan dari perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kedaulatan. Pasukan baret merah ini tidak hanya menjalani misi-misi sulit, tetapi juga melewati berbagai perubahan nama dan adaptasi strategi untuk selalu menjadi yang terdepan. Artikel ini akan mengupas tuntas bagaimana pasukan khusus ini terbentuk, dari gagasan awal hingga menjadi kekuatan militer yang disegani, serta berbagai operasi penting yang mengukuhkan reputasi mereka.
Cikal bakal pembentukan pasukan komando Indonesia berawal dari pengalaman pahit dalam medan pertempuran. Pada tahun 1950, Kolonel A.E. Kawilarang dan Letkol Slamet Riyadi menghadapi perlawanan sengit saat menumpas pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS). Mereka kesulitan melawan mantan prajurit elite Belanda, Korps Speciale Troepen (KST). Pengalaman ini menumbuhkan kesadaran bahwa Indonesia memerlukan pasukan khusus yang dapat bergerak lincah, taktis, dan mampu menjalankan operasi di berbagai medan yang sulit.
Sayangnya, Letkol Slamet Riyadi gugur di medan laga sebelum gagasannya terwujud. Namun, mimpinya tidak padam. Ide ini dilanjutkan oleh Kolonel A.E. Kawilarang, yang saat itu menjabat sebagai Panglima Tentara dan Teritorium III/Siliwangi. Dengan tekad kuat, ia memulai langkah konkret untuk mendirikan unit komando yang menjadi garda terdepan dalam menjaga keamanan dan kedaulatan negara.
Pada tanggal 16 April 1952, sejarah Kopassus secara resmi dimulai dengan berdirinya Kesatuan Komando Tentara Territorium III/Siliwangi (Kesko TT). Tanggal ini diabadikan sebagai hari lahirnya pasukan baret merah. Untuk melatih pasukan baru ini, Kolonel Kawilarang mengundang seorang sosok yang sangat berpengalaman, Mochammad Idjon Djanbi. Mantan Kapten KNIL dan perwira Belanda ini, yang sebelumnya bernama Rodes Barendrecht Visser, memiliki rekam jejak yang mumpuni dalam Perang Dunia II dan pernah bergabung dengan Korps Speciale Troepen. Ia menjadi komandan pertama Kesko TT dan menyusun kurikulum pelatihan yang sangat ketat, membentuk dasar-dasar kekuatan fisik dan mental para prajurit.
Seiring waktu, unit ini mengalami beberapa kali perubahan nama sebagai bagian dari evolusi struktural dan taktis:
- 18 Maret 1953: Kesko TT III Siliwangi dialihkan langsung di bawah Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) dan berganti nama menjadi Korps Komando Angkatan Darat (KKAD).
- 1955: Namanya ditingkatkan menjadi Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD).
- 1966: Berganti nama lagi menjadi Pusat Pasukan Khusus TNI-AD (Puspassus TNI-AD).
- 1971: Nama kembali berubah menjadi Komando Pasukan Sandhi Yudha (Kopassandha).
- 1986: Akhirnya, nama yang kita kenal sekarang, Komando Pasukan Khusus (Kopassus), ditetapkan dan bertahan hingga kini.
Sepanjang perjalanannya, Kopassus telah membuktikan kemampuannya dalam berbagai operasi militer krusial. Pasukan ini terlibat dalam penumpasan pemberontakan, seperti DI/TII dan PRRI/Permesta, serta berperan penting dalam operasi Trikora dan Dwikora. Mereka juga terlibat dalam penumpasan Gerakan 30 September/PKI (G30S/PKI).
Salah satu operasi paling terkenal dan diakui secara internasional adalah Operasi Woyla pada tahun 1981, di mana Kopassus berhasil membebaskan sandera di Bandara Don Muang, Thailand. Keberhasilan ini tidak hanya menyelamatkan nyawa, tetapi juga memperlihatkan profesionalisme dan efektivitas pasukan elite Indonesia di mata dunia. Selain itu, mereka juga berperan dalam operasi di Timor Timur dan berhasil membebaskan sandera Mapenduma di Papua pada tahun 1996.
Hingga saat ini, Komando Pasukan Khusus (Kopassus) terus menjadi benteng pertahanan negara, menghadapi ancaman modern seperti terorisme dan operasi militer non-konvensional. Moto mereka, “Berani, Benar, Berhasil,” bukan hanya sekadar slogan, melainkan cerminan dari semangat juang dan pengabdian tanpa henti.
Dengan segudang pengalaman dan dedikasi tinggi, tidak heran jika Kopassus selalu menjadi ujung tombak pertahanan Indonesia. Mereka adalah para ksatria yang berani, rela berkorban demi kehormatan bangsa.