
Salingka Media – Duka mendalam menyelimuti Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur, setelah banjir bandang Nagekeo menerjang pada Senin, 8 September 2025. Bencana ini bukan sekadar musibah alam, melainkan sebuah ujian berat bagi ketangguhan warga dan kesigapan pemerintah daerah dalam menghadapi situasi darurat. Hujan lebat yang mengguyur sejak 7 September menjadi pemicu utama, mengirimkan aliran air deras yang menghanyutkan apa pun di jalannya.
Pascabencana, pemandangan pilu terlihat jelas di 14 desa yang tersebar di tiga kecamatan—Mauponggo, Nangaroro, dan Boawae. Rumah, jembatan, dan jalanan porak-poranda, menyisakan puing dan lumpur tebal yang menghambat mobilitas. Hingga Kamis, 11 September 2025, laporan dari pihak berwenang mencatat lima korban meninggal dunia, tiga orang masih dinyatakan hilang dan sedang dalam pencarian tim SAR gabungan, serta tiga korban luka-luka. Puluhan warga terpaksa mengungsi sementara waktu, meninggalkan harta benda yang tak lagi utuh.
Menanggapi situasi kritis ini, Pemerintah Kabupaten Nagekeo segera mengambil langkah cepat dengan menetapkan status Tanggap Darurat Nagekeo melalui surat keputusan resmi yang berlaku hingga akhir bulan September 2025. Status ini menjadi landasan hukum bagi seluruh upaya percepatan pemulihan, mulai dari pencarian korban hilang, pendataan dampak bencana, hingga perbaikan infrastruktur.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat, didukung penuh oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), terus berjibaku di lapangan. Salah satu prioritas utama adalah memulihkan akses jalan yang terputus total. Di Kecamatan Mauponggo, dua titik jalan yang sebelumnya lumpuh total kini telah berhasil dibersihkan dan diperbaiki berkat kerja keras petugas gabungan dan alat berat. Namun, tiga titik lain masih dalam proses penanganan, menunjukkan betapa parahnya kerusakan yang terjadi. Perbaikan akses ini sangat vital karena menjadi jalur utama untuk menyalurkan bantuan banjir Nagekeo dan logistik lainnya.
Dukungan nyata tak hanya datang dari pemerintah daerah, tetapi juga dari tingkat provinsi hingga pusat. BPBD Provinsi NTT menjadwalkan pengiriman bantuan logistik melalui jalur laut, mencakup kebutuhan esensial seperti selimut, matras, peralatan masak, dan tenda keluarga.
Sementara itu, BNPB juga bergerak cepat dengan mengirimkan tim pendampingan dan bantuan logistik dalam jumlah besar. Deputi Bidang Penanganan Darurat BNPB langsung turun ke lokasi untuk memastikan seluruh penanganan berjalan efektif. Bantuan yang dikirimkan meliputi sembako, makanan siap saji, perlengkapan bayi, senter, hingga gergaji mesin dan genset untuk mendukung operasi di lapangan. Bahkan, BNPB berkomitmen untuk menambah bantuan logistik dan dana siap pakai sesuai dengan kebutuhan riil di lokasi bencana.
Selain dampak korban jiwa, kerugian material akibat banjir bandang Nagekeo juga tidak sedikit. Data awal mencatat satu rumah hanyut, satu rumah rusak berat, serta rusaknya dua kantor, dua jembatan, dan tiga ruas jalan utama. BPBD Nagekeo masih terus melakukan pendataan komprehensif untuk menghitung kerugian secara total, termasuk dampak pada lahan pertanian dan peternakan warga.
Bencana ini menjadi pengingat bagi kita semua akan pentingnya kesiapsiagaan menghadapi perubahan iklim dan cuaca ekstrem. Solidaritas dan gotong royong menjadi kunci dalam proses pemulihan. Bantuan yang terus mengalir, baik dari pemerintah maupun relawan, menunjukkan bahwa Nagekeo tidak berjuang sendirian.
Meskipun jalan menuju pemulihan masih panjang dan penuh tantangan, semangat masyarakat dan dukungan penuh dari berbagai pihak menjadi modal utama untuk bangkit. Semoga seluruh korban yang terdampak dapat segera mendapatkan kembali kehidupan yang layak, dan infrastruktur yang rusak bisa pulih seutuhnya. Banjir ini meninggalkan duka, tetapi juga menumbuhkan asa akan bangkitnya kembali Nagekeo yang tangguh.