
Salingka Media – Misteri di balik kasus mutilasi yang menggemparkan Mojokerto perlahan mulai terungkap Selama beberapa hari, temuan potongan tubuh manusia yang tercecer di Jalan Raya Cangar, Mojokerto-Batu, telah menciptakan kengerian dan spekulasi di tengah masyarakat. Namun, penyelidikan intensif yang dilakukan pihak kepolisian akhirnya menemukan titik terang. Aksi keji ini didalangi oleh Alvi Maulana, seorang pemuda berusia 24 tahun yang ternyata merupakan orang terdekat korban. Fakta yang lebih mengejutkan, Alvi ternyata adalah suami siri dari korban, Tiara Angelina Saraswati (25).
Kepolisian memastikan, kasus mutilasi Mojokerto ini bermula dari dinamika hubungan personal yang rumit dan diliputi tekanan emosional. Motif utama di balik pembunuhan keji ini adalah rasa sakit hati dan tertekan yang dirasakan pelaku.
Kapolres Mojokerto, AKBP Ihram Kustarto, menjelaskan bahwa insiden tragis ini dipicu oleh ketegangan yang telah berlangsung lama. Hubungan antara Alvi dan Tiara, yang tinggal bersama di sebuah rumah kos di Surabaya, sering diwarnai pertengkaran. Pelaku mengaku sering merasa tertekan lantaran korban memiliki temperamen yang tinggi dan kerap menuntut kebutuhan finansial di luar batas kemampuannya.
Puncaknya terjadi pada malam nahas itu. Cekcok kembali pecah di antara keduanya di kamar kos mereka. Dalam kondisi emosi yang tak terkendali, Alvi mengambil keputusan fatal. Ia menusukkan pisau ke leher Tiara hingga korban meninggal di tempat. Setelah korban tak bernyawa, pelaku justru melakukan tindakan yang jauh lebih sadis. Untuk menghilangkan jejak dan menyamarkan identitas korban, pelaku melakukan tindakan yang jauh lebih sadis. Dengan menggunakan pisau dapur, tang, dan alat pemotong lainnya, ia memutilasi jasad Tiara menjadi 65 bagian kecil. Potongan-potongan tubuh itu kemudian dimasukkan ke dalam tas untuk dibuang.
Setelah melakukan perbuatan keji tersebut, Alvi Maulana membawa tas berisi potongan jasad korban menuju Jalan Raya Cangar, sebuah jalur penghubung antara Mojokerto dan Batu yang dikenal sepi. Ia membuang potongan-potongan tubuh itu satu per satu di sepanjang jalan, dengan harapan jasad korban tidak akan pernah ditemukan secara utuh. Namun, rencana liciknya gagal total.
Warga yang melewati area tersebut keesokan harinya terkejut melihat potongan-potongan tubuh berserakan di sekitar lokasi. Pihak kepolisian segera bergerak cepat. Tim forensik dikerahkan untuk menyisir area dan mengumpulkan seluruh potongan jasad. Dari hasil identifikasi DNA, identitas korban akhirnya berhasil diketahui, membuka jalan bagi penyelidikan lebih lanjut. Petunjuk pun mengarah pada orang-orang terdekat korban. Hanya dalam hitungan jam, tim Satreskrim Polres Mojokerto berhasil meringkus Alvi Maulana di rumahnya. Ia tidak dapat mengelak saat dihadapkan dengan bukti-bukti kuat yang menghubungkannya dengan korban. Polisi akhirnya berhasil mengungkap teka-teki di balik kasus mutilasi Mojokerto yang mengerikan.
Penelusuran lebih dalam mengungkap bahwa hubungan antara Alvi dan Tiara lebih dari sekadar pasangan kekasih. Keduanya telah menjalani pernikahan siri, meskipun secara resmi tidak tercatat di negara. Selama tinggal bersama, hubungan mereka jauh dari kata harmonis. Pengakuan pelaku kepada polisi menggambarkan kehidupan yang penuh tekanan. Korban yang kerap marah-marah, mengurung diri, dan menuntut uang terus-menerus membuat Alvi merasa putus asa dan tertekan. Tekanan mental inilah yang pada akhirnya menjadi pemicu utama tindak kriminal yang amat keji.
Alvi Maulana harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Ia kini dijerat pasal berlapis, yaitu Pasal 340 KUHP untuk kasus pembunuhan berencana dan Pasal 338 KUHP untuk tindak pidana pembunuhan. Ancaman hukuman yang menantinya pun tidak main-main. Ancaman hukuman yang menantinya berkisar dari 15 tahun penjara hingga hukuman mati. Kasus ini menjadi perhatian serius bagi aparat penegak hukum, mengingat tingkat kesadisan yang luar biasa.
Peristiwa tragis ini tidak hanya meninggalkan trauma bagi masyarakat Mojokerto yang menyaksikan evakuasi, tetapi juga menyisakan duka mendalam bagi keluarga korban di Lamongan. Tiara, yang masih muda dan memiliki masa depan cerah, harus mengakhiri hidupnya dengan cara yang sangat mengenaskan. Tragedi ini menjadi pengingat pahit tentang bagaimana gejolak emosi dan tekanan dalam sebuah hubungan bisa berujung pada kekerasan yang tak terbayangkan.