
Jakarta – Korupsi kuota haji kembali menjadi sorotan setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan penyitaan aset signifikan yang diduga terkait dengan kasus pembagian jatah haji 2024. Aset tersebut meliputi uang tunai setara Rp 26,3 miliar, empat unit mobil mewah, serta lima bidang tanah dan bangunan. Penyitaan ini merupakan bagian dari upaya KPK untuk memulihkan kerugian negara akibat praktik suap dan penyalahgunaan wewenang.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa penyitaan aset bernilai fantastis ini adalah kelanjutan dari rangkaian penyelidikan yang intensif. “Tim penyidik telah melakukan penyitaan kepada beberapa pihak terkait, sejumlah uang dengan total USD 1,6 juta, empat unit kendaraan roda empat, serta lima bidang tanah dan bangunan,” ungkap Budi pada Selasa (2/9). Ia menambahkan, langkah ini diambil untuk mengoptimalkan asset recovery, mengingat dugaan kerugian negara yang diakibatkan oleh tindak pidana korupsi ini diperkirakan mencapai nilai yang sangat besar.
Kasus ini bermula dari diplomasi tingkat tinggi antara Presiden Joko Widodo dan pemerintah Arab Saudi pada 2023. Dari pertemuan tersebut, Indonesia mendapatkan tambahan kuota haji sebesar 20 ribu orang. Kuota tambahan ini seharusnya menjadi solusi untuk mempersingkat daftar tunggu jemaah haji reguler yang semakin panjang. Namun, fakta yang ditemukan KPK menunjukkan sebaliknya.
Penyelidikan mendalam KPK mengindikasikan bahwa kuota tambahan ini justru dimanfaatkan sebagai lahan korupsi. Sejumlah asosiasi travel haji diduga berkolusi dengan pejabat di Kementerian Agama untuk mengarahkan sebagian besar kuota tambahan tersebut ke sektor haji khusus, yang dikelola oleh pihak swasta. Padahal, sesuai regulasi, jatah haji khusus hanya dibatasi maksimal 8 persen dari total kuota nasional.
KPK menemukan indikasi adanya rapat tertutup antara pejabat Kemenag dan perwakilan asosiasi travel haji. Dalam pertemuan tersebut, tercapai kesepakatan mengejutkan, di mana kuota tambahan 20 ribu jemaah dibagi rata, 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus.
Keputusan ini kemudian disahkan melalui Surat Keputusan Menteri Agama (SK Menag) Nomor 130 Tahun 2024 yang ditandatangani oleh Yaqut Cholil Qoumas. Penyelidik KPK kini tengah menelusuri kaitan langsung antara SK tersebut dengan pertemuan yang sarat kepentingan bisnis. Ditemukan pula adanya “setoran” dari pemilik travel kepada oknum di Kemenag, dengan tarif bervariasi antara USD 2.600 hingga USD 7.000 untuk setiap kuota haji khusus tambahan. Uang setoran ini disalurkan melalui asosiasi haji sebelum diteruskan kepada pihak yang memiliki kewenangan.
Dugaan kerugian negara dari praktik ini diperkirakan menembus angka lebih dari Rp 1 triliun. Angka fantastis ini muncul karena jatah haji reguler yang seharusnya dikelola oleh negara dengan biaya lebih terjangkau, dialihkan ke kuota haji khusus yang dikuasai swasta. Akibatnya, potensi pemasukan negara hilang dan keuntungan bergeser ke kantong-kantong travel yang berkolusi dengan oknum pejabat.
Sebagai langkah hukum, KPK telah melakukan pencekalan terhadap tiga nama yang diduga kuat terlibat: Yaqut Cholil Qoumas, mantan Menteri Agama; Ishfah Abidal Aziz, mantan staf khusus Menteri Agama; dan Fuad Hasan Masyhur, bos travel Maktour. Penggeledahan pun telah dilakukan di sembilan lokasi, termasuk kediaman dan kantor para terduga.
Kasus korupsi kuota haji ini menjadi salah satu prioritas KPK di tahun 2024. Penyitaan aset senilai puluhan miliar dan pencekalan para terduga menunjukkan keseriusan lembaga antirasuah dalam membongkar praktik mafia kuota haji yang telah lama menjadi rahasia umum. Budi Prasetyo menegaskan bahwa ini baru permulaan, dan KPK akan terus menelusuri aliran uang serta pihak-pihak yang terlibat.