
Salingka Media – Dunia kriminal Jepang kini menghadapi ancaman serius dari Geng Tokuryu Jepang, sebuah sindikat kejahatan modern yang beroperasi secara anonim dan tanpa struktur hierarki tradisional. Berbeda dengan Yakuza yang memiliki aturan ketat, kelompok ini bergerak sangat fleksibel melalui jaringan digital untuk melancarkan berbagai aksi kriminal mematikan. Kepolisian Jepang memandang fenomena ini sebagai mutasi kejahatan paling berbahaya karena mereka bekerja tanpa wajah dan tanpa rasa belas kasihan.
Istilah Tokuryu sendiri merujuk pada anonimitas dan fleksibilitas dalam menjalankan aksi. Kelompok ini tidak menuntut loyalitas seumur hidup layaknya organisasi kriminal lama. Mereka membentuk tim khusus untuk satu misi tertentu, lalu segera membubarkan diri setelah aksi selesai. Polisi mengalami kesulitan besar dalam melacak otak kejahatan karena para pelaku di lapangan bahkan tidak saling mengenal satu sama lain.
Struktur operasional Geng Tokuryu Jepang menggunakan sistem “sekali pakai” yang sangat efisien. Mereka memutus semua jejak komunikasi digital segera setelah mendapatkan hasil. Metode ini membuat teknik penyelidikan konvensional sering kali menemui jalan buntu karena tidak ada simpul organisasi yang permanen.
Sindikat ini merekrut anggota melalui iklan lowongan kerja ilegal yang populer dengan sebutan yami baito di media sosial. Mereka mengincar anak muda, pecandu judi, hingga mantan figur publik yang sedang kesulitan keuangan dengan iming-iming upah harian yang sangat tinggi. Para pelamar biasanya tidak menyadari bahwa mereka masuk ke dalam jebakan kriminal sampai ancaman fisik mulai mendatangi mereka.
Para rekrutan ini kemudian menjalankan berbagai peran mulai dari kurir uang, penipu telepon, hingga eksekutor perampokan. Banyak dari mereka yang terpaksa bertahan dalam lingkaran setan ini karena pemimpin sindikat memegang data pribadi dan mengancam keselamatan keluarga mereka jika berani berhenti atau melapor ke polisi.
Fokus utama kegiatan Geng Tokuryu Jepang adalah menguras harta milik warga lansia melalui skema penipuan telepon yang sangat terorganisir. Data kepolisian menunjukkan kerugian finansial akibat ulah mereka mencapai angka fantastis, yakni sekitar Rp 7,5 triliun hanya dalam periode Januari hingga Juli 2025. Angka ini membuktikan bahwa mereka bukan sekadar kelompok kecil, melainkan sebuah industri kejahatan yang sangat presisi.
Mantan operator yang kini mendekam di penjara mengaku bahwa mereka tidak lagi peduli dengan kode kehormatan. Mereka melakukan kekerasan fisik secara langsung, seperti mengikat korban dan memeras uang tunai dalam jumlah besar tanpa ada sedikit pun rasa penyesalan.
Kehadiran Tokuryu perlahan menggeser dominasi Yakuza yang kian terjepit oleh undang-undang anti-kejahatan terorganisir. Anak muda Jepang kini lebih memilih bergabung dengan Tokuryu karena menawarkan keuntungan finansial cepat tanpa harus mengikuti ritual kuno yang rumit. Selain itu, muncul kelompok Hangure yang bertindak sebagai jembatan antara dunia bisnis legal dan jaringan ilegal ini.
Saat ini, kepolisian Tokyo telah membentuk satuan tugas khusus yang berisi ratusan petugas untuk memburu jaringan anonim ini. Tantangan utama petugas adalah menghadapi “kelompok proyek” yang selalu berganti identitas setiap saat. Jepang kini sedang berpacu dengan waktu untuk memadamkan kekuatan kriminal baru yang hanya bermodalkan koneksi internet dan eksploitasi terhadap orang-orang yang putus asa.





