
Salingka Media – Dugaan korupsi kembali mencoreng birokrasi di Lampung. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung resmi menetapkan Dawam Rahardjo, mantan Bupati Lampung Timur periode 2021–2025, sebagai tersangka dalam kasus penyimpangan anggaran pembangunan gerbang rumah dinas bupati tahun 2022 senilai Rp6,996 miliar. Penetapan ini menambah daftar panjang kasus dugaan korupsi yang melibatkan pejabat daerah.
Tiga Tersangka Lain Turut Dijerat
Tak hanya Dawam, penyidik juga menetapkan tiga orang lainnya sebagai tersangka. Mereka adalah MDW yang merupakan ASN di Pemkab Lampung Timur, AC selaku direktur perusahaan penyedia jasa konstruksi, serta SS yang menjabat sebagai direktur perusahaan konsultan perencana dan pengawas proyek tersebut.
Menurut Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Lampung, Armen Wijaya, para tersangka diduga terlibat dalam praktik markup atau penggelembungan anggaran pada proyek pembangunan tersebut. Armen menyebut proyek itu sejatinya bukan merupakan pekerjaan fisik biasa, melainkan memerlukan keahlian seni khusus.
Inspirasi dari Tugu Daerah Lain, Tapi Proyek Tak Sesuai Aturan
Kejanggalan proyek dimulai saat Dawam Rahardjo mencetuskan ide pembangunan ikon gerbang rumah dinas, terinspirasi dari patung tugu di salah satu kabupaten di Provinsi Lampung. Untuk merealisasikan rencana tersebut, MDW ditunjuk untuk memimpin perencanaan, dengan menggandeng SS melalui perusahaan pinjaman.
Konsultan Gunakan Gambar Seniman Bali
Gambar rancangan gerbang ternyata berasal dari seniman patung terkenal asal Bali, namun pelaksanaannya tidak dilakukan oleh tenaga profesional bidang seni. Meski pekerjaan tersebut bersifat artistik, para pelaksana justru memperlakukannya layaknya proyek konstruksi biasa. Hal ini kemudian menjadi celah dalam proses hukum.
Pemenang Tender Titipan, Proyek Dihibahkan ke Pihak Lain
Setelah perencanaan rampung, MDW menyusun kerangka acuan kerja (KAK) dan melakukan proses tender yang dinilai sarat manipulasi. AC yang dititipkan sebagai pemenang tender lewat CV GTA, kemudian malah mengalihkan pekerjaan ke perusahaan lain tanpa prosedur resmi. Akibatnya, negara mengalami kerugian sekitar Rp3,8 miliar.
Kerugian Negara dan Jalannya Penyelidikan
Armen menegaskan bahwa proyek tersebut menyalahi aturan pengadaan dan berindikasi kuat sebagai tindak pidana korupsi. “Kerugian negara akibat proyek ini mencapai Rp3,8 miliar,” ungkapnya. Penyidikan akan terus berlanjut untuk mengungkap aliran dana dan pihak-pihak lain yang terlibat.