
Salingka Media – Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, berduka setelah insiden tragis menimpa seorang siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang ditemukan meninggal dunia di dalam ruang kelas. Peristiwa yang menggemparkan lingkungan sekolah ini terjadi tepat pada momen bersejarah Hari Sumpah Pemuda. Namun, di tengah keprihatinan publik, pihak berwenang telah menyelesaikan pemeriksaan awal terkait penyebab kematian siswa berinisial BE (15) tersebut. Hasilnya mengejutkan banyak pihak, sekaligus menimbulkan pertanyaan mendalam.
Dalam konferensi pers yang diadakan tak lama setelah insiden, Kepolisian Sektor (Polsek) Barangin memastikan bahwa tidak ada indikasi perundungan atau bullying yang melatarbelakangi keputusan siswa kelas IX SMPN 7 Kota Sawahlunto itu untuk mengakhiri hidup. Kematian BE, yang ditemukan tergantung di jendela ruang kelas menggunakan dasi sekolahnya, diklasifikasikan sebagai murni bunuh diri. Penegasan ini disampaikan langsung oleh Kapolsek Barangin, Ipda Gorrahman, kepada awak media pada Rabu (29/10).
“Berdasarkan hasil visum luar yang kami lakukan, tidak ditemukan adanya tanda-tanda kekerasan fisik pada jenazah korban. Beberapa hal yang kami pelajari, ini adalah murni bunuh diri. Kami juga memastikan bahwa tidak ada unsur bullying dalam kasus ini,” ujar Ipda Gorrahman. Pernyataan ini sekaligus mematahkan spekulasi awal yang sempat beredar di masyarakat mengenai kemungkinan perundungan sebagai pemicu utama.
Untuk memperjelas penyebab pasti dari aksi nekad ini, pihak kepolisian telah melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap berbagai pihak yang dekat dengan korban. Mereka yang dimintai keterangan meliputi teman-teman terdekat BE, para guru di sekolah, hingga keluarga inti korban. Dari keterangan para saksi, didapatkan fakta bahwa BE dikenal sebagai sosok yang ceria dan tidak pernah menunjukkan tanda-tanda masalah serius.
Ipda Gorrahman mengungkapkan bahwa selama pemeriksaan, baik teman, guru, maupun orang tua korban, menyatakan bahwa almarhum tidak pernah sekali pun berbagi cerita mengenai tekanan atau kesulitan yang sedang ia hadapi. “Sepertinya ini adalah masalah pribadi yang dipendam sendiri oleh almarhum,” jelasnya.
Lebih lanjut, pihak keluarga juga merasa yakin bahwa kabar mengenai bullying yang dialami BE tidaklah benar. Mereka berargumen, BE adalah anak warga asli daerah tersebut, sehingga kemungkinan besar tidak akan menjadi target perundungan dari teman-temannya. Fakta bahwa BE adalah anak yang ceria semakin memperumit upaya polisi untuk menentukan motif yang jelas. Kepolisian mengakui, hingga saat ini, mereka belum dapat memastikan secara definitif apa yang mendorong siswa berusia 15 tahun itu mengambil langkah ekstrem.
Meskipun motif pasti masih dalam pendalaman, Ipda Gorrahman sempat menyampaikan dugaan sementara yang mengarah pada faktor eksternal dan internal korban. Salah satu dugaan kuat yang mencuat adalah adanya faktor tekanan ekonomi yang mungkin dihadapi oleh keluarga korban, yang kemudian menjadi beban psikologis tersendiri bagi BE. Dugaan ini diperkuat dengan analisis bahwa masalah yang terjadi kemungkinan besar berasal dari keluarga, kurangnya perhatian, dan kebiasaan memendam masalah sendirian.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi semua pihak. Insiden ini, yang terjadi di SMP Negeri 7 Kota Sawahlunto, Kebun Jati, Kelurahan Saringan, Kecamatan Barangin, pada Selasa (28/10) sekitar pukul 12.00 WIB, telah memicu kehebohan di kalangan murid dan guru. Setelah olah Tempat Kejadian Perkara (TKP), jenazah korban segera dievakuasi ke RSUD Sawahlunto untuk menjalani pemeriksaan visum luar.
Menyikapi temuan dan dugaan yang ada, kepolisian menekankan pentingnya peran institusi terkait untuk meningkatkan pengawasan dan kepedulian terhadap kondisi psikologis para siswa. “Kami terus mendalami kasus ini, tetapi kami juga berharap instansi terkait dapat memberikan perhatian lebih kepada sekolah dan para siswa, terutama mengingat banyaknya konten di media sosial saat ini yang disinyalir tidak mendidik,” tutup Ipda Gorrahman.





