Pati Dalam Cengkeraman Amarah: Aksi Massa Tuntut Perubahan Total, Bupati Terancam!

Warga pengunjukrasa melempari petugas yang berjaga di depan Kantor Bupati Pati Sudewo. (Radar Kudus) Via jembranaexpress.jawapos

Pati, Jawa Tengah – Kota Pati kini bagaikan bara yang siap meledak. Ribuan masyarakat dari berbagai lapisan, dengan satu suara lantang, turun ke jalan. Mereka tidak lagi sekadar menyampaikan aspirasi, melainkan menuntut perubahan total dalam sistem pemerintahan yang dianggap bobrok dan tidak berpihak pada rakyat. Aksi demonstrasi ini bukan hanya sekadar unjuk rasa, namun sebuah perlawanan terhadap ketidakadilan yang telah lama dipendam.

Tiga Tuntutan Utama yang Menggema di Seluruh Pati:

1. Bupati Sudewo Harus Mundur! Tidak Ada Tawar-Menawar! Masyarakat Pati sudah kehilangan kesabaran. Mereka menuntut Bupati Sudewo untuk segera meletakkan jabatannya, tanpa syarat! Kepemimpinan yang dinilai gagal dan penuh dengan janji-janji kosong telah membuat rakyat muak. “Kami tidak butuh pemimpin yang hanya pandai bicara, tapi tidak bisa berbuat apa-apa! Bupati Sudewo harus bertanggung jawab atas segala penderitaan yang kami alami!” teriak seorang orator dengan penuh semangat, diikuti sorak sorai ribuan demonstran.

2. Cabut Kenaikan PBB! Ini Perampasan Hak Rakyat! Pembatalan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) tahun 2025 hingga 250 persen tidak cukup untuk meredam amarah masyarakat. Mereka menuntut pencabutan total kebijakan yang dianggap sebagai bentuk perampasan hak rakyat kecil. “Kami tidak akan sudi membayar pajak yang mencekik leher kami! Uang ini adalah hasil kerja keras kami, bukan untuk dikorupsi oleh para pejabat!” seru seorang petani dengan nada geram, sambil mengacungkan cangkulnya ke udara.

3. Hentikan Semua Kebijakan Kontroversial! Kami Bukan Boneka! Masyarakat Pati dengan tegas menolak semua kebijakan kontroversial yang dianggap tidak pro-rakyat dan hanya menguntungkan segelintir orang:

  •  Tolak Sistem Lima Hari Sekolah! Anak-Anak Kami Butuh Waktu! Masyarakat menuntut penghentian sistem lima hari sekolah yang dianggap membebani siswa dan merusak kualitas pendidikan. “Anak-anak kami butuh waktu untuk belajar di rumah, berinteraksi dengan keluarga, dan mengembangkan minat bakat mereka! Jangan paksa mereka menjadi robot yang hanya tahu belajar dan belajar!” teriak seorang ibu rumah tangga dengan nada khawatir.
  • Batalkan Renovasi Alun-Alun! Prioritaskan Infrastruktur! Masyarakat menuntut pembatalan proyek renovasi alun-alun yang dianggap sebagai pemborosan anggaran. Dana tersebut seharusnya dialokasikan untuk perbaikan infrastruktur yang lebih mendesak, seperti jalan, jembatan, dan irigasi. “Alun-alun boleh bagus, tapi kalau jalan menuju desa kami hancur, bagaimana kami bisa menjual hasil bumi kami? Ini namanya tidak adil!” ujar seorang pedagang dengan nada kesal.
  • Selamatkan Masjid Alun-Alun! Ini Identitas Kami! Masyarakat menolak rencana penghancuran Masjid Alun-Alun yang dianggap sebagai simbol sejarah dan identitas Pati. “Masjid ini adalah warisan leluhur kami! Siapa pun yang berani menghancurkannya, berarti menghancurkan jati diri kami!” ancam seorang tokoh agama dengan suara bergetar.
Baca Juga :  Kapolsek Pulau Punjung Ikuti Mediasi Sengketa Lahan antara Ninik Mamak dan PT. BRM di Dharmasraya

Aksi Nyata: Pati Lumpuh, Pemerintah Terancam!

Aksi demonstrasi ini bukan hanya sekadar kata-kata. Masyarakat Pati menunjukkan kekuatan mereka dengan tindakan nyata:

  • Blokade Jalan Utama: Ekonomi Kota Terhenti! Ribuan demonstran memblokade jalan-jalan utama di pusat kota Pati, menyebabkan lalu lintas lumpuh total. Aktivitas ekonomi dan pemerintahan praktis terhenti, menunjukkan betapa seriusnya tuntutan masyarakat.
  • Pendudukan Kantor Bupati: Simbol Kekuasaan Ditaklukkan! Sebagian demonstran berhasil menduduki halaman kantor bupati dan memaksa masuk ke dalam gedung. Mereka menuntut bertemu langsung dengan Bupati Sudewo untuk menyampaikan tuntutan mereka secara langsung.
  • Aksi Damai di Masjid Alun-Alun: Simbol Perlawanan! Ratusan warga menggelar aksi damai di depan Masjid Alun-Alun, sebagai bentuk penolakan terhadap rencana penghancuran masjid tersebut. Mereka membacakan doa dan menggelar orasi keagamaan, menunjukkan bahwa mereka siap mempertahankan identitas mereka sampai titik darah penghabisan.

Pati di Persimpangan Jalan: Perubahan atau Kehancuran?

Aksi demonstrasi ini adalah momen krusial bagi Kabupaten Pati. Masyarakat telah menunjukkan bahwa mereka tidak akan lagi mentolerir ketidakadilan dan kesewenang-wenangan. Pemerintah daerah harus segera merespons tuntutan masyarakat dengan tindakan nyata dan bukan hanya janji-janji manis. Jika tidak, Pati akan terus bergejolak dan bahkan bisa menuju kehancuran. Pilihan ada di tangan para pemimpin: perubahan atau kehancuran?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *