
Salingka Media – Solok, (9/8/2025) peristiwa penyegelan aktivitas penebangan kayu di Sariek Bayang, Kabupaten Solok, yang dilakukan oleh tim gabungan pada Kamis lalu, kini menemui fakta yang bertolak belakang dari narasi awal. Areal yang sebelumnya diduga sebagai kawasan hutan lindung, justru terbukti merupakan tanah ulayat kaum Syamsir Dahlan yang telah memiliki alas hak resmi.
Kaum Syamsir Dahlan memenuhi panggilan pemeriksaan dari Kantor Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) di Kotobaru. Dalam pemeriksaan yang berlangsung pada Sabtu (9/8/2025), terungkap bahwa status lahan di Jorong Sariek Bayang adalah APL (Areal Penggunaan Lain), bukan kawasan hutan negara atau hutan konservasi.
Penyegelan ini bermula dari laporan masyarakat Pesisir Selatan yang ditindaklanjuti oleh Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Sumatera. Aksi ini juga melibatkan sejumlah pejabat daerah, termasuk Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Solok, Kapolsek Danau Kembar, Camat, hingga Satpol PP.
Namun, kehadiran Anggota DPRD Kabupaten Pesisir Selatan, Novermal Yuska, dalam tim penyegelan menjadi sorotan. Novermal mendesak agar aktivitas penebangan di hulu Batang Bayang dihentikan total. “Meskipun lokasi berada di Kabupaten Solok, dampaknya langsung dirasakan oleh masyarakat di Pesisir Selatan. Ini menyangkut keselamatan masyarakat di hilir Sungai Batang Bayang,” ujarnya. Anehnya, tidak ada satu pun Anggota DPRD Kabupaten Solok yang terlihat mendampingi tim gabungan, terutama dari Dapil 5 yang mencakup wilayah tersebut.
Perwakilan kaum Syamsir Dahlan dengan tenang mengikuti pemeriksaan yang berlangsung selama empat setengah jam di Kantor KPHL Kabupaten Solok. Mereka menegaskan bahwa semua administrasi dan izin penebangan telah lengkap, bahkan memberikan kontribusi pada Pendapatan Asli Daerah (PAD). “Kami sebagai warga negara yang patuh, yakin tidak ada aturan yang kami langgar, dan seluruh administrasi kami lengkap,” tegas perwakilan kaum Syamsir Dahlan.
Meskipun demikian, Kepala Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Sumatera, Hari Novianto, menyatakan bahwa penyegelan dilakukan berdasarkan indikasi awal adanya pelanggaran lingkungan. Pemasangan plang peringatan resmi menjadi langkah awal penegakan hukum, yang akan dilanjutkan dengan pemeriksaan dokumen, pemanggilan saksi, dan penyelidikan lebih lanjut.
Aksi penyegelan ini merupakan respons serius dari Pemerintah Kabupaten Solok atas laporan dan pemberitaan terkait penebangan hutan. Rapat koordinasi yang dipimpin oleh Sekretaris Daerah, Medison, telah digelar untuk menindaklanjuti instruksi dari Bupati Solok, Jon Firman Pandu, sebelum tim gabungan turun ke lapangan.
Menariknya, Bupati Solok, Jon Firman Pandu, adalah mantan narapidana kasus illegal logging. Setiap kali mencalonkan diri dalam pemilihan legislatif atau kepala daerah, ia selalu mengumumkan statusnya di media cetak. Ini menunjukkan kompleksitas isu kehutanan di wilayah tersebut.
Terungkapnya fakta bahwa lokasi penebangan adalah tanah ulayat kaum Syamsir Dahlan ini menyoroti pentingnya verifikasi data yang akurat sebelum mengambil tindakan hukum. Kejadian ini juga membuka pintu bagi pihak luar untuk ikut campur dalam isu-isu lingkungan lintas wilayah, mengingat dampaknya yang tidak terbatas pada satu kabupaten saja.