
Salingka Media – Pemerintah Kabupaten Dharmasraya mengambil langkah progresif dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan upaya mitigasi perubahan iklim. Komitmen ini secara gamblang ditunjukkan oleh kehadiran langsung Bupati Dharmasraya, Annisa Suci Ramadhani, pada acara peluncuran publik Asosiasi Biochar Indonesia Internasional (ABII) yang berlangsung di Soehanna Hall, The Energy Building, Jakarta, pada Senin (07/07). Fokus utama dari inisiatif ini adalah menciptakan peluang baru demi penambahan penghasilan petani di daerah.
Dalam acara yang mempertemukan berbagai pemangku kepentingan dari sektor lingkungan, pertanian, energi terbarukan, serta perwakilan pemerintah daerah dan pusat, Bupati Annisa turut menyaksikan peresmian ABII. Asosiasi ini dibentuk sebagai platform kolaboratif yang didedikasikan untuk pengembangan teknologi biochar di Indonesia.
Sebagai bukti nyata dukungan, Pemerintah Kabupaten Dharmasraya secara resmi menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dengan ABII. Penandatanganan ini menjadi tonggak penting dalam membangun sinergi kuat antara pemerintah daerah dan pihak-pihak nasional, guna mendorong pengembangan serta pemanfaatan teknologi biochar secara berkelanjutan.
Menurut Bupati Annisa Suci Ramadhani, teknologi biochar menawarkan lebih dari sekadar solusi lingkungan bagi Dharmasraya. “Teknologi ini memiliki potensi besar untuk memacu inovasi di sektor pertanian, memperbaiki produktivitas tanah, sekaligus memberdayakan ekonomi lokal melalui pemanfaatan sumber daya yang ada,” jelasnya.
Bupati perempuan pertama di Sumatera Barat ini menjelaskan bahwa sektor industri biochar berpotensi besar menjadi sumber ekonomi tambahan bagi para petani. Ia mengemukakan, apa yang sebelumnya hanya dianggap limbah dan dibuang, kini dapat diubah menjadi komoditas yang menghasilkan uang.
“Sebagai ilustrasi, mari kita ambil contoh sekam padi. Dengan produksi gabah sebesar 60.000 ton, kita akan menghasilkan setidaknya 8.000 ton sekam. Selama ini, sekam dalam jumlah besar tersebut seringkali hanya berakhir sebagai limbah tanpa nilai ekonomis. Apabila ini dapat diolah dan diintegrasikan ke dalam sektor industri, tentu saja ini akan secara signifikan berkontribusi pada peningkatan penghasilan petani,” papar Bupati Annisa.
Lebih lanjut, Bupati Annisa menyoroti bahwa sisa atau limbah dari produk pertanian, seperti sekam, bonggol jagung, tempurung kelapa, dan cangkang sawit, tidak hanya memiliki potensi ekonomi, tetapi juga dapat dimanfaatkan langsung sebagai pembenah tanah. Biochar sendiri merupakan komponen organik vital dalam pertanian, mampu memulihkan ekosistem mikroorganisme tanah tanpa meninggalkan residu berbahaya.
Bupati Annisa meyakini bahwa kemitraan ini akan membuka jalan bagi Dharmasraya untuk menjadi daerah percontohan dalam implementasi teknologi biochar terintegrasi. Fokus utama akan diberikan pada sektor pertanian, kehutanan, dan pengelolaan limbah organik.
“Kami bertekad menjadi bagian dari gerakan nasional menuju ekonomi hijau dan pembangunan rendah karbon. Melalui kolaborasi dengan ABII, Dharmasraya berharap dapat mengadopsi pendekatan berbasis ilmiah, sekaligus memperkuat kapasitas petani dan pelaku usaha di tingkat lokal,” pungkasnya.
Penandatanganan MoU ini menandai dimulainya era inovasi hijau di Dharmasraya, sebuah langkah yang selaras dengan visi pembangunan nasional serta agenda global untuk keberlanjutan lingkungan hidup.
Acara tersebut juga dihadiri oleh beberapa tokoh nasional penting, termasuk Hashim Djojohadikusumo selaku Ketua Umum ABII dan seorang tokoh senior lingkungan hidup nasional. Turut hadir pula Prof. Dr. Ir. Rachmat Pambudy, M.S., yang menjabat sebagai Menteri PPN/Kepala Bappenas RI, serta Diaz Hendropriyono, Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kehadiran mereka menegaskan dukungan lintas sektor terhadap biochar sebagai solusi konkret dalam mitigasi perubahan iklim dan pembangunan hijau.
Rangkaian acara juga mencakup penyerahan simbolis dokumen Peta Jalan Ekosistem Biochar Indonesia, yang menguraikan arah kebijakan dan strategi pengembangan biochar nasional. Selain itu, dipresentasikan pula metodologi perhitungan pengurangan emisi dan peningkatan penyerapan gas rumah kaca (GRK), sebuah instrumen krusial dalam mendukung pencapaian Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia dalam kerangka mitigasi perubahan iklim, yang secara tidak langsung turut mendukung keberlanjutan penghasilan petani melalui praktik pertanian yang lebih ramah lingkungan.