Indeks

Sejarah Pertempuran Duurstede: Fakta yang Jarang Terungkap

Sejarah Pertempuran Duurstede: Fakta yang Jarang Terungkap
Sejarah Pertempuran Duurstede: Fakta yang Jarang Terungkap. (Dok. sumbanews)

Salingka Media – Kisah Perang Duurstede pada tahun 1817 menjadi salah satu peristiwa bersejarah yang melibatkan pemberontakan rakyat Maluku melawan kekuatan kolonial Belanda. Meski banyak catatan tentang pertempuran ini, tidak semua orang menyadari detail dan peran penting tokoh-tokoh yang terlibat. Salah satu referensi utama datang dari catatan Guru Jemaat Risakotta di Negeri Porto yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Risakotta bersama Kapten Kapal Evertsen, QMR Ver Huell, menjadi saksi mata peristiwa penting ini. Namun, menariknya, dalam seluruh catatan mereka, Thomas Matulessy tidak pernah disebut sebagai “Kapitan Pattimura,” melainkan sebagai “Kapitan Pulo” atau Thomas Matulesia.

Pertemuan Rahasia 14 Mei 1817

Pada tanggal 14 Mei 1817, sebuah musyawarah rahasia digelar di Hutan Saniri, perbatasan antara Negeri Sirisori Serani dan Tuhaha. Pertemuan ini dihadiri oleh sejumlah pemimpin pemberontakan, termasuk Johannis Matulessia, Anthone Rhebok, Philip Latumahina, dan Lukas Selano. Mereka merencanakan penyerangan terhadap Benteng Duurstede, dengan Thomas Matulessy diangkat sebagai pemimpin perlawanan. Serangan direncanakan berlangsung pada 16 Mei 1817.

Kekacauan dan Surat Permohonan Bantuan

Pada 15 Mei 1817, Residen van den Berg menerima laporan bahwa rakyat Porto telah mulai bergerak. Ia segera menuju Porto, tetapi terperangkap di Harie oleh sekelompok rakyat yang berusaha membunuhnya. Dalam situasi genting, van den Berg menulis surat kepada komandan Benteng Duurstede untuk meminta bantuan. Meskipun bantuan datang, pasukan Belanda terdesak oleh serangan rakyat, dan van den Berg gagal meloloskan diri. Di hari yang sama, istri van den Berg, Johana Christina, juga menulis surat kepada pamannya, namun bantuan tak kunjung datang.

Mata-Mata di Benteng Duurstede

Malam sebelum serangan, dua pemimpin pemberontak, Philip Latumahina dan Anthone Rhebok, berhasil memasuki benteng dengan berpura-pura menjalin pertemanan dengan van den Berg. Mereka bahkan diizinkan menginap di benteng, sementara Rhebok diminta mengantar surat ke Sirisori Serani. Namun, surat itu justru ditempelkan di pasar Saparua, menandai pengkhianatan mereka terhadap pihak Belanda.

Pertempuran 16 Mei 1817

Pagi hari 16 Mei 1817, serangan terhadap Benteng Duurstede dimulai setelah sebuah ibadah dipimpin oleh Guru Kepala J. Sahetapy. Pasukan perlawanan dengan cepat menguasai benteng. Sersan Bombardier Verhagen menjadi korban pertama, diikuti oleh Juru Tulis Ornek dan Residen van den Berg. Meskipun demikian, ada satu kisah penyelamatan yang menyentuh. Seorang anak bernama Jean Luberth van den Berg, yang merupakan putra tertua Residen, berhasil diselamatkan oleh Salomon Pattiwael, salah satu pemimpin perlawanan, yang memohon agar nyawanya tidak diambil.

Kesimpulan

Pertempuran Duurstede menjadi salah satu momen bersejarah yang menunjukkan perlawanan rakyat Maluku terhadap penjajahan Belanda. Meski banyak darah yang tertumpah, kisah ini juga dipenuhi dengan nilai-nilai kemanusiaan, seperti penyelamatan Jean Luberth oleh Thomas Matulessy dan pasukannya. Catatan-catatan dari Risakotta dan Ver Huell menjadi sumber penting dalam menggambarkan peristiwa ini, meskipun nama Thomas Matulessy lebih dikenal sebagai Kapitan Pattimura di kemudian hari.

Exit mobile version