
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi secara tegas menyatakan bahwa pelajar yang kedapatan melanggar aturan jam malam akan menghadapi sanksi berupa Surat Peringatan (SP1) dari pihak sekolah. Kebijakan ini menjadi bagian dari upaya pemerintah provinsi untuk mendisiplinkan siswa dan memastikan lingkungan belajar yang kondusif. Penegasan mengenai sanksi ini disampaikan Dedi Mulyadi di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Rabu (4/6).
Meski tidak merinci detail isi SP1 yang akan diberikan, Dedi Mulyadi menjelaskan langkah inovatif yang akan diambil. Pemerintah provinsi, di bawah kepemimpinannya, akan mengembangkan sebuah aplikasi terintegrasi untuk memantau pelanggaran jam malam. Sistem ini dirancang untuk menerima laporan dari berbagai pihak, mulai dari Bhabinkamtibmas, Babinsa, kepala desa, hingga RT/RW. Data yang terkumpul akan langsung masuk ke dalam sistem aplikasi tersebut dan dapat diakses secara real-time oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.
“Nanti ada SP1 dari kepala sekolahnya. Jadi, laporan dari Bhabinkamtibmas, Babinsa, kepala desa, RT/RW, semuanya akan masuk ke sistem aplikasi kita,” jelas Dedi. “Dengan begitu, di peta data Dinas Pendidikan Provinsi, setiap hari akan terbaca berapa anak yang bolos, berapa yang sakit, atau bahkan berapa anak yang begadang. Semua akan terpantau dengan jelas.” Pemanfaatan teknologi ini diharapkan dapat memberikan gambaran komprehensif mengenai kondisi dan perilaku siswa di seluruh Jawa Barat.
Kebijakan Jam Masuk Sekolah Diserahkan ke UPT Daerah
Berbeda dengan aturan jam malam pelajar yang diberlakukan secara seragam, Dedi Mulyadi menyampaikan bahwa penetapan jam masuk sekolah akan diserahkan sepenuhnya kepada Unit Pelaksana Teknis (UPT) di masing-masing daerah. Meskipun standar umum masuk sekolah ditetapkan pukul 06.30 WIB, aturan teknis lebih lanjut akan disesuaikan oleh kepala UPT.
“Standarnya kan jam 06.30 WIB. Tapi nanti ada aturan teknis yang diterapkan oleh kepala UPT berdasarkan distribusi dan kondisi wilayah masing-masing,” terang Dedi. Ia menambahkan bahwa ketentuan umum akan dibuat oleh Gubernur, sementara ketentuan khusus diserahkan kepada kepala UPT. Dedi juga mengenang pengalamannya saat menjabat sebagai Bupati Purwakarta, di mana jam masuk sekolah ditetapkan lebih pagi, yaitu pukul 06.00 WIB, terutama untuk daerah pegunungan yang memiliki karakteristik geografis berbeda.
Alasan Penghapusan Pekerjaan Rumah (PR)
Dalam kesempatan yang sama, Dedi Mulyadi juga membeberkan alasan di balik keputusan untuk menghapus pekerjaan rumah (PR) bagi pelajar. Menurut Dedi, penghapusan PR didasari oleh temuan yang ironis di lapangan: seringkali PR siswa justru dikerjakan oleh orang tua mereka.
“Selama ini ada sesuatu yang ironi. Gurunya memberi PR kepada murid, tapi yang mengerjakannya malah orang tuanya,” ungkap Dedi. Kebijakan ini diharapkan dapat mendorong kemandirian belajar siswa dan memastikan bahwa proses pembelajaran benar-benar berasal dari usaha mereka sendiri.