Salingka Media, Padang – Musfi Yendra Ketua Komisi Informasi Sumbar lahirkan tulisan di hari HBI Yang Berjudul :
“Buruh Dan Keterbukaan Informasi”.
1 Mei diperingati sebagai Hari Buruh Internasional.
Sejarahnya berawal dari demonstrasi pada 1 Mei 1886 di Chicago, Amerika Serikat.
Para buruh menuntut pengurangan jam kerja yang awalnya 10-16 jam per hari menjadi 8 jam.
Demonstrasi besar-besaran waktu itu memakan banyak korban jiwa.
Inilah yang dikenal sebagai Haymarket Affair, dan menjadi titik balik bagi perjuangan buruh secara global.
Pada Konferensi Sosialis Internasional di Paris tahun 1889 menetapkan 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional.
Di Indonesia, sejarah Hari Buruh dimulai pada 1 Mei 1918 oleh serikat buruh Kung Tang Hwee di Semarang.
Saat itu para buruh melakukan mogok massal karena mereka mendapatkan upah yang tidak layak.
Selain itu tanah milik buruh dijadikan perkebunan dengan harga sewa tanah yang sangat rendah oleh Belanda yang sedang menjajah Indonesia waktu.
Tanggal 1 Mei 2024 akan menjadi hari yang istimewa bagi pekerja di seluruh dunia.
Peringatan Hari Buruh Internasional, atau yang dikenal sebagai May Day, kembali dirayakan dengan semarak.
Hari ini telah lama menjadi momen penting bagi para pekerja untuk bersatu dan memperjuangkan hak-hak mereka.
Esensi Hari Buruh merupakan peringatan untuk menghormati perjuangan dan jasa para buruh dalam mencapai hak-haknya di tempat mereka bekerja.
Sejak pertama kali Hari Buruh Internasional diperingati dari tahun 1889 hingga 2024 ini, sudah 135 tahun, di Indonesia dari tahun 1918 hingga 2024, berarti sudah 106 tahun.
Isu yang diusung tidak jauh dari kesejahteraan dan pemenuhan hak lainnya.
Dalam dunia industri kesejahteraan pekerja merupakan pemenuhan kebutuhan dan atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah.
Kebutuhan tersebut diberikan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, yang secara langsung atau tidak langsung dapat meningkatkan produktivitas kerja.
Kesejahteraan buruh dapat diberikan dalam materi maupun non materi. Kesejahteraan dalam bentuk materi disebut upah.
Sedangkan kesejahteraan bukan uang biasanya diwujudkan dalam bentuk lingkungan kerja yang menyenangkan, pelatihan dan pengembangan, serta terciptanya sistem hubungan industrial yang harmonis, kondusif dan dinamis.
Bentuk kesejahteraan lainnya yang diberikan kepada buruh adalah jaminan sosial, kesehatan dan hari tua.
Di Indonesia hak-hak buruh diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Sebagaimana terdapat pada pasal Pasal 88 ayat (1) menyatakan dengan tegas dan jelas, “Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:
a. keselamatan dan kesehatan kerja;
b. moral dan kesusilaan; dan
c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama”.
Pada point c yaitu perlakuan yang sesuai denga harkat dan martabat manusia, juga bisa dikaitkan dengan hak untuk mendapatkan informasi.
Hak untuk mendapatkan informasi merupakan hak asasi manusia, kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi dan lingkungannya, sarana mengoptimalkan pengawasan dan membuka ruang partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan kebijakan.
Hal ini sejalan dengan Undang-undang No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, disebut UU KIP.
Informasi merupakan hak utama bagi para buruh dan pekerja, tidak hanya pada perusahaan swasta (privat) tetapi juga bagi karyawan di badan-badan publik pemerintah yang belum berstatus aparatur sipil negara.
Di lembaga badan publik juga banyak sekali, pegawai yang berstatus kontrak.
Tahun 2023 berdasarkan data KeMenPAN-RB jumlah karyawan kontrak non ASN mencapai 2,4 juta orang.
Keterbukaan informasi di dalam perusahaan adalah penerapan Good Corporate Governance (GCG), yaitu sistem yang ditujukan untuk mengelola perusahaan secara profesional berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi, keadilan, dan kesetaraan.
Demikian juga di lembaga publik pemerintah, keterbukaan informasi mengenai kebijakan atau peraturan yang berhubungan dengan hak-hak karyawan atau pegawai harus diimplementasikan sesuai dengan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).
Dalam tulisannya Musfi Yendra ini mengatakan, kedepannya setiap pekerja, karyawan, atau pegawai harus bisa memanfaatkan UU KIP ini sebagai hak konstitusional untuk memperoleh informasi dari institusi pembuat kebijakan.