Indeks

Mengharukan, Seorang Ayah di Padang Pariaman Bertahan Hidup di Gubuk Plastik

 

Dok. Humas

Salingka Media – Di balik riuhnya dunia modern, kisah seorang lelaki tua di Padang Pariaman mendadak mencuat, mengguncang nurani banyak orang. Namanya Zainal Arifin, usia 60 tahun, tinggal sebatang kara di sebuah gubuk sederhana. Bukan rumah biasa—tapi sekadar rangka plastik bekas, berdiri ringkih di antara pohon pinang dan jengkol. Di situlah ia berlindung dari panas, hujan, dan kadang, hanya dari rasa sepi itu sendiri.

Zainal adalah warga Padang Lariang Tengah, Nagari Tigo Koto Aur Malintang Utara, Kecamatan IV Koto Aur Malintang. Kehidupannya berubah drastis setelah kepergian sang istri, hampir dua dekade lalu. Alih-alih tinggal bersama keluarga, ia malah memilih menepi, mengasingkan diri dalam diam. Bukan karena diusir, bukan juga lantaran ditelantarkan. Tapi… karena rasa malu. Karena ketakutan menjadi beban.

“Saya takut mereka jijik sama keadaan saya,” katanya pelan, di sela-sela batuk berat yang mengguncang tubuhnya, Sabtu (26/4). Saking pelannya, suaranya hanya bisa terdengar dalam jarak sedekat bisikan.

Sehari-hari, Zainal bertahan hidup dengan cara sederhana yang membuat hati siapa saja mencelos. Berjalan dengan bertumpu pada tongkat rapuh, ia menumpang ojek ke pasar hanya untuk sekadar meminta sedekah. Uang yang ia dapat, pas-pasan. Makan seadanya, lalu kembali ke gubuknya, ditemani malam, hujan, dan angin dingin yang masuk seenaknya.

Gubuk itu, dibangunnya sendiri. Sedikit demi sedikit. Setiap plastik bekas yang ia temukan di pasar, ia bawa pulang, menambal bagian yang bocor, memperbaiki dinding yang sobek. Kenapa plastik putih? Supaya matahari masih bisa menyelinap masuk, katanya.

Sebenarnya, bantuan pernah datang. Pemerintah nagari, Baznas, bahkan anak-anaknya—semua sudah berusaha. Tapi Zainal bersikeras dengan pilihannya: hidup sendiri, tak ingin merepotkan siapa pun.

Kisah harunya baru-baru ini meledak di media sosial. Foto-foto gubuk plastik itu viral, mengetuk banyak hati, termasuk pihak kepolisian. Kompol Jon Hendri, Wakapolres Kota Pariaman, langsung turun tangan.

“Kita bantu murni karena kemanusiaan, bukan karena apa-apa,” ucapnya tegas.

Menurut Wali Nagari Tigo Koto Aur Malintang Utara, Amri Besman, rumah layak untuk Zainal sudah mulai direncanakan. Batu pertama akan diletakkan dalam waktu dekat, katanya, dengan gotong royong dari Polres, pemerintah, dan masyarakat.

Namun, di balik bantuan itu, kisah Zainal menyisakan tanya. Di tengah gegap gempita program kesejahteraan, kenapa masih ada yang merasa tak pantas hidup di antara keluarganya sendiri? Kenapa kita baru bergerak setelah sebuah foto viral di internet?

Kompol Jon Hendri sendiri mengingatkan, “Kemanusiaan itu seharusnya tidak perlu menunggu viral.”

Sementara itu, Zainal tetap bertahan di gubuk plastik kecilnya. Masih di sana, masih dengan tubuh renta yang tak lagi sekuat dulu, dan semangat hidup yang entah dari mana datangnya. Mungkin dari harapan kecil, bahwa besok akan sedikit lebih baik.

Exit mobile version