Indeks

Historical Tugu Tigo Tungku Sajarangan atau Tugu Simpang Haru Kota Padang

Mengenal Tugu Tigo Tungku Sajarangan atau Tugu Simpang Haru Kota Padang
Foto by mapio.net

Salingka Media, Padang – Tugu Tigo Tungku Sajarangan, Tugu Simpang Haru Kota Padang, Tugu Padang Area dan Tugu Api, itu adalah sebutan monumen Padang Area yang memilik banyak sebutan berbeda-beda oleh masyarakat Kota Padang.

Tugu Kawasan Padang yang terletak di Simpang Haru, Kota Padang, mulai dibangun pada 17 Agustus 1990 dan selesai dibangun pada tahun 1992. Tugu ini menyampaikan perjuangan rakyat Kota Padang mempertahankan kemerdekaan. Bentuknya berupa nyala api dengan ornamen relief yang merinci konflik tersebut, ide tugu tersebut dirancang oleh Ibenzani Usman.

Tugu Tigo Tungku Sajarangan atau Tugu Simpang Haru Pemerintah Kota Padang melalukan renovasi dan pembenahan sekitar monumen tugu dan taman hias pada pada Mei 2016.

Foto : Ikhvan yang diunggah pada situs filckr.com pada tanggal 19 Oktober 2017

Pada masa revolusi kemerdekaan, lokasi tempat monumen ini berdiri merupakan tempat pecahnya perang melawan sekutu Belanda oleh para pelajar STM dan masyarakat di sekitar Simpang Haru. Penyerangan pertama memicu penyerangan-penyerangan lainnya dan gejolak perjuangan di Kota Padang melawan sekutu Belanda yang masuk ke Kota Padang.

Berdirinya monumen ini karena mengingat pada masa revolusi Kemerdekaan tempat ini merupakan tempat pecahnya perang melawan sekutu Belanda yang masuk ke Kota Padang. Pelajar STM dan masyarakat sekitar Tugu Simpang Haru melawan sekutu Belanda dan memicu penyerangan pertama sehingga penyerangan – penyerangan lainnya serta bergejolak perjuangan di Kota Padang saat melawan sekutu Belanda.

Menurut Sejarawan Maiza Elvira, saat ditemui klikpositif.com mengatakan, Monumen yang didedikasikan untuk pertempuran dibuatlah sebuah tugu bernama Renviel didirikan tiga kilometer dari lokasi karena pertempuran ini terus berlanjut sehingga tidak hanya sekali atau dua kali. Tugu Renviel yang bertujuan untuk membatasi daerah aman Republik dan daerah aman belanda karena pada masa itu pertempuran tidak bisa dihentikan dan pada tahun 1949 Tugu Renviel itu dibuat di daerah Lubuk Begalung.

Menurutnya, pertempuran itu sebenarnya memperebutkan markas TNI yang berada di sana.

Pada masa revolusi, tentara Republik yang juga dikenal dengan sebutan TNI berkali-kali dihajar dan digempur oleh pasukan Belanda hingga masa revolusi selesai.

Harimau Kuranji juga membantu Tentara Republik untuk mempertahankan Republik selama masa perang.

Tugu yang menyerupai lidah api yang menjilat ke langit ini di setiap sisinya memiliki beberapa ornamen lukisan seperti gambar wajah Presiden Republik Indonesia yaitu Ir. Soekarno bersama Laksamana Tadaeci Maeda memegang samurai.

Sisi lainnya tentara Belanda menggunakan senapan serta masyarakat yang menggunakan bambu runcing dan ukiran lainnya memperlihatkan lokasi itu pernah menjadi pusat pertempuran antara Tentara Republik dan Belanda.

Foto : akun facebook “Pelancong Indonesia” yang diunggah pada tanggal 23 Maret 2020

Suatu cerita yang di terbitkan posmetropadang bersama seorang Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI), Sumbar yang bernama Faisal Kasim. Faisal Kasim, satu dari ribuan veteran yang mengibarkan kobaran semangat perang. Seruan berperang dengan tangan kosong merupakan hulu dari segenap semangat itu. Serta itu memanglah dirancang secara matang. Dari umur anak muda, Faisal kecil telah bergabung dengan pasukan sipil bernama Salsabila. Pasukan ini menolong pasukan tentara nasional di wilayah Pandai Sikek.

Pada tahun 1946- 1947 silam, suasana perang masih berlangsung di beberapa kota, termasuk di Padang serta Lubuk Alung Pariaman yang makin memanas. Insiden- insiden kecil memberi warna keserakahan Belanda secara diam- diam itu. Kesabaran tentara, termasuk Faisal sudah hingga di titik nadir.

Dikala 1948- 1949, pergolakan menjalar di segala wilayah Sumbar. Kala itu, Faisal sudah bergabung dengan Pasukan Mobil Tras( PMT). Amarah yang sudah lama dia tahan akhirnya pecah- pecah. Opsi mati dengan imbalan surga sudah melayang dalam benak Faisal terlebih lagi tiap kawan- kawannya.

Tanpa tahu letih, para pejuang terus menjadi mengobarkan semangat juang. Tetapi, dalam peristiwa itu, 2 temannya Bagindo Baro serta Sebastian harus menghadapi semangat yang tidak terbayangkan itu. Tangan kosong tidak sanggup jadi pelindung. Teman- temannya meregang nyawa akibat dihujami pisau sangkur yang diletakkan di ujung senjata laras panjang secara kesekian kali oleh tentara Belanda.

“ Awal mulanya mereka berupaya kabur, Belanda melihat mereka serta langsung menembak. Akan tetapi dikala itu keduanya tidak mati, mereka masih hidup. Mereka mendatangi kedua pasukan kita itu, langsung menusuk- nusuk badan mereka dengan pisau bayonet yang letakkan di kepala senjata itu, saya melihat langsung. Setelah itu jenasahnya mereka seret serta buang ke jurang sedalam 10 m,”

Diakhir tahun 1949 kenang Faisal, Belanda betul- betul mengamuk, sesudah pasukan Indonesia menyerang markasnya di Padang Panjang. Keesokan harinya mereka tiba ke Pandai Sikek mencari pasukan gerilya itu, tetapi mereka tidak sanggup.“ Iya kita sudah membaur dengan penduduk, barulah pada malam hari kita gabung dengan pasukan,” sebutnya.

Faisal mengatakan, karena tidak memperoleh pasukan itu, Belanda membakar rumah penduduk. Terdapat 100 unit lebih rumah gadang mereka bakar. Dalam peristiwa itu kembali 2 temannya ikut wafat setelah pasukan Belanda melontarkan mereka di tengah lautan api.

“ Saya melihat jelas yang mereka lakukan, terdapat 2 orang teman saya mereka lemparkan dalam api, tetapi saya tidak ketahui lagi namanya. Setelah Belanda angkat kaki, kami mencari jasad temanku yang mereka bakar, jangan tubuhnya tulangnya saja tidak ditemui, seluruhnya telah hangus,” tuturnya.

Dapatkan update berita salingkamedia.com di akun facebook salingka media @salingkamedia dan twitter salingka media @salingkamedia

Sumber : Wikipedia – klikpositif – posmetropadang
Exit mobile version