
Salingka Media – Proses pencampuran bahan bakar minyak atau blending BBM kembali menjadi sorotan setelah adanya penyidikan kasus dugaan korupsi dalam pengolahan dan distribusinya. Namun, menurut para ahli, kegiatan ini sepenuhnya legal berdasarkan kerangka hukum yang berlaku di Indonesia.
Blending BBM Diakui Legal oleh Undang-Undang
Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, secara tegas disebutkan bahwa pengolahan termasuk kegiatan blending merupakan tindakan yang sah. Pasal 10 Ayat (1) menjelaskan bahwa proses pengolahan bertujuan untuk meningkatkan mutu serta menyesuaikan produk dengan kebutuhan pasar. Ketentuan lebih lanjut diperkuat melalui Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 jo. PP 30 Tahun 2009 yang mengatur kegiatan usaha hilir sektor migas.
Prosedur Blending di Pertamina Telah Tersusun Ketat
Yayan Satyakti, Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Padjadjaran, menyampaikan bahwa blending BBM bukanlah hal baru. Ia menjelaskan bahwa prosedur tersebut sudah berlangsung dengan mekanisme yang sangat tertata, terutama di lingkungan korporasi besar seperti Pertamina.
“Proses blending BBM dilakukan sesuai standar dan pengawasan ketat. Tidak mungkin dilakukan sembarangan, apalagi oleh korporasi sebesar Pertamina,” ungkapnya.
Legalitas dan Proses Pengawasan yang Transparan
Lebih lanjut, Yayan menegaskan bahwa blending dilakukan dengan dasar teknis dan hukum yang kuat. Penunjukan vendor pelaksana pun mengikuti proses pengadaan yang ketat dan transparan, termasuk audit dari Kementerian ESDM dan pengawasan dari Satuan Pengawasan Internal (SPI).
“Vendor tidak bisa dijadikan kambing hitam. Semua tahapan sudah melewati seleksi dan pengawasan berlapis,” jelasnya. Ia juga menekankan bahwa pengawasan harus menyeluruh, tidak hanya di hilir, tapi juga di sektor hulu yang rawan manipulasi, khususnya dalam kegiatan impor minyak mentah.
Penyidikan Harus Objektif dan Menyeluruh
Terkait penetapan tersangka dalam kasus ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan sejumlah pihak dari kalangan swasta dan vendor pelaksana teknis. Namun, sebagian dari mereka hanya bertindak sebagai pelaksana lapangan tanpa memiliki wewenang dalam pengambilan keputusan.
Yayan menilai penyidikan perlu diarahkan ke titik-titik yang lebih strategis. “Kalau hanya menyasar pelaksana, penegakan hukumnya jadi tidak adil. Yang punya otoritas lebih besar di sektor hulu juga harus diaudit dan diperiksa secara terbuka,” ujarnya.
Kejagung: Blending Bukan Masalah Hukum
Menanggapi isu yang berkembang, Kejaksaan Agung menegaskan bahwa proses blending BBM itu sendiri tidak menjadi objek penyidikan. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menyatakan bahwa anggapan masyarakat mengenai BBM oplosan tidaklah tepat.
“Blending bukan tindakan ilegal. Jangan sampai muncul persepsi bahwa BBM saat ini adalah hasil oplosan yang menyalahi aturan,” tegasnya.
Blending BBM adalah aktivitas yang sah dan diatur dalam regulasi migas nasional. Tuduhan yang tidak berdasar terhadap proses ini berpotensi mengaburkan fokus penyidikan yang semestinya diarahkan pada praktik mafia migas yang lebih sistemik. Pengawasan dan penegakan hukum harus dilakukan secara menyeluruh dan adil agar kepercayaan publik terhadap sektor energi tetap terjaga.