Rumah Adat Minangkabau
Salingka Media, Kato nan Ampek di Minangkabau sudah mulai ditinggalkan ketika teknologi informasi sudah merajai nusantara, apakah betul ?
Suku Minangkabau memiliki banyak keunikan, salah satunya bahasa.
Bahasa Minangkabau tidak hanya digunakan sebagai simbol masyarakat Minang, tetapi juga mengajarkan kesantunan dalam berkomunikasi.
Bahasa Minangkabau memiliki aturan dan tata krama yang disebut kato.
Secara sederhana, kato dapat diartikan sebagai seperangkat aturan untuk berkomunikasi antar sesama komunikator yang sebaya, yang dikenal dengan tau jo nan ampek atau kato nan ampek.
Dalam berbicara, orang Minangkabau mempertimbangkan dengan siapa mereka berbicara.
Ada empat kategori kesantunan yang digunakan dalam bahasa Minangkabau.
Kato Malereng, sopan santun berbicara kepada orang yang dihormati.
Kato Mandata, tata krama berbicara dengan teman sebaya.
Kato Manurun, sopan santun berbicara kepada orang yang lebih muda.
Bahasa Minangkabau di daerah Sumatera Barat dituturkan dan digunakan dalam komunikasi sehari-hari.
Meskipun masyarakat Minangkabau memiliki kebiasaan atau tradisi lama yaitu marantau (bisa disebut gejala hijrah), mereka tetap setia pada kampung halaman dan bahasa ibu mereka.
Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab penyebaran bahasa minangkabau semakin luas dan dikenal oleh sebagian besar penduduk nusantara.
Walaupun dipengaruhi tatanan sosial masyarakat Minangkabau yang menganut sistem budaya matrilineal, namun tradisi marantau tidak berdampak buruk terhadap penggunaan bahasa Minangkabau karena sistem tersebut membuat mereka sangat lekat dengan tanah kelahirannya.
Namun belakangan ini, ketika zaman telah berubah, ketika teknologi informasi menguasai Nusantara, bahasa Minangkabau mengalami penurunan penggunaan.
Masyarakat Minang sudah mulai terpengaruh oleh budaya yang mengglobal.
Adanya tekanan dari penggunaan bahasa Indonesia yang merupakan bahasa kedua masyarakat Minangkabau sebagai bahasa nasional yang kuat, sebagai bahasa pemersatu keragaman budaya nusantara.
Inilah penyebab utama bahasa Minangkabau terpinggirkan.
Dalam setiap aspek kehidupan, tuntutan profesi, dan pertemuan masyarakat di Minangkabau, Bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar yang wajib digunakan.
Penggunaan ini memaksa ruang penggunaan bahasa Minangkabau menjadi lebih kecil dalam kehidupan masyarakat Minang.
Hal ini semakin memprihatinkan ketika orang tua merasa khawatir jika anaknya belajar bahasa pertama di Minangkabau, akan sulit bagi anaknya untuk belajar bahasa kedua, yaitu bahasa Indonesia.
Paradigma yang membuat anak Minangkabau memperoleh bahasa pertamanya adalah salah kaprah.
Orang tua yang asli Minangkabau dan memiliki bahasa Minangkabau sebagai nenek moyangnya tidak dapat serta merta memberikan atau mengubah bahasa pertama anaknya ke dalam bahasa Indonesia.
Orang tua belum tentu mampu menggunakan bahasa Indonesia sebagai penguasaan bahasa pertama anak secara utuh.
Justru ketika orang tua menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama anaknya, penguasaan ini akan mempersulit anak untuk belajar bahasa kedua.
Anak akan dengan mudah mempelajari bahasa kedua jika anak menguasai bahasa pertama secara utuh tanpa mencampur bahasa.
Akibat lain yang dirasakan ketika anak-anak tidak lagi menguasai bahasa ibu Minangkabau yang memiliki kekhasan pragmatis, anak-anak Minang saat ini tidak lagi menjunjung tinggi adat, tata krama, dan kesantunan, terutama dalam berkomunikasi, yang sudah ada dalam aturan yang telah ditetapkan, disebut kato nan ampek.
Hal ini memperburuk kondisi perkembangan karakter bagi generasi mendatang.
Kato Nan Ampek adalah aturan yang mengikat putra-putri Minangkabau dalam berkomunikasi dan mengungkapkan pikirannya dalam kehidupan sehari-hari.
Semakin halus penghayatan seseorang terhadap Empat Kata, semakin berharga keberadaan orang tersebut.
Dalam penerapannya di masyarakat, kato nan ampek terkadang dilupakan.
Hal ini akan memicu konflik dan merusak pergaulan.
Jika kato nan ampek ini sering dilupakan oleh seseorang, maka orang tersebut akan dikatakan sebagai orang yang tidak mengenal nan ampek.
Hukuman bagi orang yang tidak tahu dalam nan ampek sebenarnya memiliki nilai hukuman yang sangat berat di masyarakat.
Karena itu menunjukkan bahwa orang tersebut tidak memiliki adab dan adab.
Namun meski begitu, nilai rasa yang ada pada diri seseorang itu berbeda-beda.
Seseorang yang hidup dengan gaya menjaga kato nan ampek, jika dikatakan tidak tahu nan ampek akan merasa sangat sakit hati dan terhina jika dikatakan demikian.
Namun tidak sebaliknya bagi mereka yang terbiasa hidup di varietas yang tidak merawat kato nan ampek.
Dalam konteks saat ini, pola komunikasi tidak lagi terbatas pada percakapan atau dialog tatap muka langsung, komunikasi melalui media sosial saat ini sepertinya tidak dapat dihindari.
Kato nan ampek harus selalu diterapkan kapanpun dan dimanapun lingkup komunikasi terjalin, baik berkomunikasi secara tatap muka maupun tidak.
“Kato nan ampek” akan sangat efektif dalam menyelesaikan masalah diskomunikasi antara orang yang berkomunikasi.
Kato nan ampek juga akan sangat efektif dalam melakukan lobi dan negosiasi.
Manusia pada dasarnya suka dihargai dan dihormati.
Jika penghargaan diberikan terlebih dahulu kepada mitra komunikasi, maka proses komunikasi yang kita lakukan selanjutnya tidak akan mengalami kendala.
Komunikasi kita akan lancar dan berjalan sesuai harapan dan mencapai tujuannya dengan baik.
Banyak perselisihan dan perselisihan yang berhasil didamaikan melalui komunikasi yang baik.
Mereka yang berselisih terlibat dalam dialog.
Dialog yang diajarkan adalah dialog yang mengedepankan rasa saling menghargai, baik pendapat maupun pribadi mitra komunikasi.
Minangkabau melahirkan banyak tokoh penting bangsa ini.
Beberapa di antaranya bahkan berperan dalam skala internasional.
Mereka bertubuh besar dan dihargai salah satunya karena kepiawaiannya dalam berkomunikasi.
Begitu juga perantau Minang yang berada di luar.
Banyak dari mereka yang berhasil menjadi orang besar dan hebat karena didukung dengan cara komunikasi yang baik.
Cara komunikasi yang baik ada pada aturan kato nan ampek yang ditanamkan pada mereka ketika mereka masih di desa sebelum merantau.
Pidato adalah cermin pribadi diri. Setiap kata yang keluar dari mulut kita adalah deteksi dini siapa diri kita.
Jika yang keluar adalah kata-kata kotor, maka itu cerminan dari kepribadian kita.
Sebaliknya, jika yang kita ucapkan adalah perkataan yang sarat dengan nilai-nilai santun, maka sebenarnya kita memiliki kepribadian yang santun terhadap orang lain.
Kebiasaan kita mengajarkan kita untuk pandai berkomunikasi dengan baik.
Oleh karena itu, kita harus menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Sumber :
Mahasiswi Jurusan Sastra Daerah Minangkabau, Universitas Andalas
Racheal Rahayu Hendriyani
MinangkabauNews
Salingka Media - Gelombang mosi tidak percaya tengah melanda Kelurahan Air Manis, Padang Selatan, setelah…
Salingka Media - Pemberhentian Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kelurahan Air Manis, Allazi, menjadi sorotan…
Salingka Media - Sumatera Barat, dengan keindahan alamnya yang memukau, menyimpan potensi bencana yang tak…
Salingka Media - Bagi warga Padang Panjang, senyum kini kembali merekah. Setelah tertimpa musibah bencana…
Salingka Media - Pencak silat di Sumatera Barat jauh lebih dari sekadar seni bela diri;…
Salingka Media - Ambisi besar disuarakan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) RI, Dito Ariotedjo, untuk…