
Salingka Media – Rabu pagi yang mestinya tenang di Bukik Limau, Sarilamak, Kecamatan Harau, Limapuluh Kota, mendadak riuh. Puluhan mahasiswa Politeknik Pertanian Payakumbuh (PPNP) dari Tanjung Pati tumpah ruah di depan Kantor Bupati Limapuluh Kota, melampiaskan kekecewaan mendalam terhadap 100 hari kinerja Bupati dan Wakil Bupati Limapuluh Kota, Safni-Rito. Puncak kekecewaan mereka? Penyegelan Kantor Bupati Limapuluh Kota.
Aksi yang berlangsung pada Rabu (4/6) ini dilatarbelakangi oleh absennya Bupati dan Wakil Bupati di lokasi, memicu amarah demonstran yang merasa janji-janji kampanye tak kunjung terealisasi. Sebuah spanduk besar bertuliskan “Gedung Ini Disegel oleh Mahasiswa PPNP. Wanted Bupati Limapuluh Kota” menjadi penanda bisu kekecewaan mereka. Sempat terjadi ketegangan saat mahasiswa berupaya memasang spanduk di pintu utama, namun akhirnya mereka memilih membentangkan spanduk tersebut secara manual, menghadapi hadangan aparat kepolisian yang bersiaga mengamankan aksi.
Kritik Pedas Atas 100 Hari Kinerja Safni-Rito
Dalam orasi yang berapi-api, para mahasiswa menyuarakan ketiadaan langkah konkret dari kepemimpinan Safni-Rito selama 100 hari pertama menjabat. “Tidak ada langkah konkret, tidak ada bupati yang menemui kita, apakah Bupati kita pengecut. Kita sampaikan keresahan, kegelisahan, tapi bupati tidak mau menemui kita kawan-kawan. Bupati sekarang berbeda dari yang sebelumnya, tidak mau menemui kita kawan-kawan,” teriak seorang orator yang diamini massa aksi.
Rozi, salah seorang orator, secara spesifik menyoroti sejumlah janji yang dinilai mangkrak. Ia menyebut janji pembangunan jalur dua di Sarilamak yang tak terealisasi, dugaan korupsi seragam sekolah yang merugikan negara, serta janji lahan 20 ribu hektare yang hanya terealisasi 6 ribu hektare.
Tidak hanya itu, sektor pertanian juga menjadi sorotan tajam. Sulitnya audiensi dengan dinas terkait, masalah IKK, dugaan pungutan liar di objek wisata, kondisi jalan Galuguah, serta anjloknya harga komoditi gambir adalah sederet persoalan yang belum tersentuh solusi. Tak luput pula pertanyaan kritis dilayangkan terhadap kinerja aparat hukum di Limapuluh Kota. “Kita pertanyakan kinerja aparat hukum Limapuluh Kota. Tambang galian C, tanah diserobot, pohon-pohonnya ditebangi, rokok ilegal, kemana aparatur hukum,” desak mahasiswa.
Berbagai spanduk dengan tulisan menggugah seperti “Janji Tinggal Janji”, “Umbar Janji, Pembuktian Sulit”, “Harga Gambir murah, petani resah”, dan “100 hari 100 pertanyaan Tanpa jawaban” turut meramaikan aksi. “Kami hanya ingin mendengar suara bupati dan wakil bupati,” ucap para mahasiswa, menegaskan tujuan utama kedatangan mereka.
Menanggapi tuntutan mahasiswa, Plh Sekda Limapuluh Kota, Davli, bersama Kadiskominfo Joni Amir, menemui para demonstran. Davli menjelaskan bahwa Bupati Limapuluh Kota, Safni, sedang tidak berada di kantor karena menghadiri acara penutupan TMMD bersama Gubernur Sumbar dan Danrem di Harau. Sementara itu, Wakil Bupati Limapuluh Kota, Ahlul Badrito Resha, berada di Kota Padang untuk mengikuti kegiatan terkait kebakaran hutan dan lahan (karhutla). “Kita sudah sampaikan kepada mahasiswa kalau Bupati ada acara penutupan TMMD di Harau. Dan Wakil Bupati mengikuti kegiatan di Padang terkait karhutla,” terang Davli kepada awak media.
Tidak hanya di Limapuluh Kota, gelombang protes juga melanda Kota Payakumbuh pada hari yang sama. Seratusan mahasiswa se-Payakumbuh menggelar aksi damai di Balai Kota, mempertanyakan 100 hari kinerja Wali Kota dan Wakil Wali Kota Payakumbuh. Berangkat dari Tugu Adipura Payakumbuh, mereka berjalan kaki menuju Balai Kota.
Dalam orasinya, mahasiswa Payakumbuh menyoroti pengelolaan sampah, mengingat Payakumbuh pernah menyandang predikat Kota Adipura. Peningkatan kasus pelecehan seksual juga menjadi perhatian serius, diiringi tuntutan penutupan semua tempat hiburan malam (THM), serta berbagai persoalan kota lainnya yang dianggap belum tertangani optimal.